THE SOUL of MADURA ISLAND


 

BELAJAR SEJARAH ITU SANGAT MENYENANGKAN

 

The Soul of Madura Photo by Rurisa


Apa yang tersirat dalam pikiran saat pertama kali mendengar kata Pulau Madura...? te…sate, bebek sinjay, pulau penghasil garam, juragan besi tua, ataukah juragan barang rongsok itu hanyalah profesi yang paling dikenal oleh masyarakat kita, tetapi bukan  itu yang mau saya bahas mengenai Pulau Madura, saya akan membahas mengenai kisah masa lalu sejarah peninggalan pada Jaman Kolonial Pemerintahan Belanda.

 

Pulau Madura membuat penasaran apa yang spesial dan istimewa dari pulau ini…...? Apakah hanya kisah penjual sate dan penghasil garam semata. Dengan berbekal rasa penasaran itulah saya menjelajahi sebagian kecil dari Pulau ini pada tanggal 15 - 17 September 2023 lalu selama 3 hari 2 malam. Pulau Madura terletak di sebelah timur laut Pulau Jawa yang memiliki luas + 5.379 km2 jaraknya tidak terlalu jauh dengan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur Surabaya.

 

Falsafah bentuk dari Pulau Madura itu sendiri sangat unik digambarkan seperti badan sapi,  dikelilingi 4 Kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Tentu masing-masing kabupaten mempunyai ciri khas dan daya tarik tersendiri untuk dieksplor. Pulau ini mempunyai sejarah panjang akan kebudayaan islam yang sangat kuat itu mengapa banyak sekali bangunan masjid di pulau ini, bahkan banyak pula rumah-rumah penduduk mempunyai masjid pribadi yang dibangun dalam satu halaman rumah. 

Photo Shoot by. Rurisa


Selain banyak masjid Pulau Madura juga banyak melahirkan para ulama salah seorang yang termasyhur diantaranya adalah KH. Muhammad Khalil al-Maduri pada abad ke 19 hingga awal abad ke 20 Masehi, perannya yang sangat terkenal adalah sebagai arsitek awal berdirinya Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU), bahkan di Negara Arab Saudi Mekkah pada khususnya banyak Profesi Mutowif (pembimbing haji/umroh) yang berasal dari pulau ini.

 

HARI PERTAMA JELAJAH
JEMBATAN SURAMADU NAN MELEGENDA

bridge Suramadu Photo by Rurisa

Madura sendiri menurut pendapat pribadi adalah sebuah pulau kecil tetapi Sexy, Padat dan Berisi. SEXY untuk menuju pulau ini kita bisa melintasi Jembatan Nasional Suramadu yang tersohor karena jembatan ini merupakan jembatan nasional pertama yang dibangun di atas laut oleh Bangsa Indonesia, selain itu bisa juga berlayar dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menuju Pelabuhan Kamal Bangkalan Madura. Dan bisa juga ditempuh melalui udara dari Bandara Juanda menuju  Bandara Trunojoyo terletak di Kabupaten Sumenep yang di resmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 20 April 2022, namun sayang kondisi aktifitas komersial penerbangan bandara saat ini sudah lama terhenti karena satu dan lain hal. Tetapi menurut saya lebih nyaman bilamana mengeksplor pulau ini dengan  menggunakan transportasi darat karena kita bisa bersentuhan langsung dengan alam di sekitarnya.

 

Selain sexy pulau ini PADAT dengan kekayaan alamnya karena terdapat area pengeboran minyak bumi dan gas alam, serta pulau ini merupakan produsen garam tersebesar di Indonesia sehingga  Pulau Madura ini layak mendapat julukan Pulau Garam. Selain penghasil garam terbesar di Indonesia pulau ini juga BERISI karena terdapat bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Pemerintah Kolonial di masa lalu,  syarat akan seni dan budaya yang terkenal KARAPAN SAPI, mungkin itu juga difilosofikan mengapa bentuk Pulau Madura ini seperti Badan Sapi.

 

The Soul of Madura


Penjelajahan hari pertama menuju Kabupaten Bangkalan, di kabupaten ini terdapat sebuah perbukitan kapur yang sangat besar dan luas serta masih aktif ditambang oleh masyarakat, lokasinya berada di Desa Parseh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan BUKIT JADDIH namanya. Jalanan menuju Bukit Jaddih termasuk jauh dengan kondisi jalanan yang tidak rata, bergelombang dan agak terjal, berdebu serta udaranya sangat terik menyengat kulit. Memang untuk menuju destinasi yang wadidao itu tidaklah mudah butuh perjuangan untuk melaluinya.

 

Bukit Jaddih nan Eksotik Photo Shoot by. Rurisa

Begitu tiba di lokasi terlihat hamparan luas perbukitan kapur bekas galian yang telah ditambang sehingga meninggalkan guratan-guratan efek dari penambangan kapur itu sendiri, sehingga dampak dari penambangan itu yang menghasilkan gua-gua, lekukan-lekukan beraneka ragam bentuk sehingga perbukitan kapur ini menjadi sangat eksotiks dan sexy. Kalau dilihat sekilas dari dalam kendaraan tebalnya debu efek dari gempuran batu kapur  para penambang yang menyelimuti pepohonan justru menimbulkan dampak bak gumpalan salju yang bertebaran.



Menurut sejarah pada jaman kedudukan Jepang di Indonesia Bukit Jaddih ini menjadi tempat persembunyian para pejuang Indonesia dari Tentara Jepang, karena kontur Bukit Jaddih  mempunyai banyak gua-gua maka menjadi tempat yang aman untuk bersembunyi dari kejaran para tentara Jepang.



Sayangnya lokasi penambangan yang masih aktif ini dan sekaligus menjadi destinasi sebuah tempat wisata belumlah terkelola dengan baik oleh pemerintah setempat maupun pihak swasta, padahal jika terkelola dan tertata dengan baik tempat ini sangat menyenangkan karena lebih terorganisir untuk distribusi pembelian tiketnya juga tersedianya jasa tour guide dari penduduk lokal setempat.



Tips dan saran dari saya jika ingin mengeksplor Bukit Jaddih  siapkan topi atau payung, sunglasses  serta gunakan baju yang sangat nyaman menyerap keringat karena teriknya cuaca dan panasnya udara, yang lebih penting lagi bawa air minum agar tidak dehidrasi.


KULINER LOKAL JANGAN TERLEWATKAN


Kuliner Madura nan Melegenda Photo by. Rurisa

Jika sedang travelling ke Pulau Madura sempatkan menikmati kuliner lokal bebek, banyak yang menjual bebek di pulau ini tetapi yang terkenal adalah Bebek Sinjay, tempat makan dilokasi ini tidak pernah sepi pengunjung entah mengapa lokasi ini begitu ramai dibanding tempat makan bebek lainnya. Setelah saya mencobanya memang Bebek Sinjai ini rasanya berbeda dengan bebek lain yang terdapat di Pulau Madura, tastenya cukup tidak terlalu asin atau kering, dagingnya lembut dan rasanya gurih yang pasti bikin ketagihan makan satu potong tidaklah cukup, mungkin kalau setengah ekor bebek barulah memuaskan...…. 


Selain bebek sinjay nan melegenda terdapat juga kuliner lain bebek songkem namanya, bebek songkem sendiri dimasak dengan menggunakan daun setelah diberi bumbu-bumbu tertentu dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus dengan cita rasa agak smoky-smoky, tetapi entalah saya pribadi kurang menyukai cita rasa dari bebek songkem ini tastenya terasa aneh di lidah, mungkin karena baru sekali mencicipi jadi belum terbiasa saja.

Kaldu Kokot

Ada satu lagi kuliner lokal yang patut di coba jika berkunjung ke Kabupaten Sumenep di kota ini terdapat masakan lokal yang bernama “Kaldu Kokot” hem…. dari namanya serasa asing seperti apa cita rasa dari kaldu kokot ini.....?  kaldu kokot ini bisa pula diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia Kaldu Kikil yang dimasak seperti sup tetapi kental karena  dicampur dengan kacang ijo…. unik bukan, untuk menikmati seporsi kaldu kokot ini sebaiknya dimakan dalam kondisi panas dengan lontong ya bukan nasi, akan sangat mengeyangkan jika disantap bersama nasi karena dalam kaldu kokot sendiri terdapat kacang ijo, lagi-lagi lidah saya belum bisa menerima cita rasa dari masakan asli penduduk lokal ini, terasa aneh makan kikil dicampur kacang ijo dengan kuah yang begitu kental, apalagi jika kaldu kokot disajikan dalam  kondisi tidak panas maka cita rasa yang dihasilkan menjadi enek.

 

KELILING DI PG KRAMPON DE MOOISTE VAN MADURA


Setelah sarapan pagi yang kesiangan di Bebek Sinjay penjelajahan dilanjutkan menuju Kabupaten Sampang lebih tepatnya menuju ke Desa Krampon, Kecamatan Torjun, Kabupaten Sampang. Sepanjang perjalanan menuju lokasi cuaca di luar amatlah panas mungkin temperature berkisar 34° tetapi langit sangat biru cerah dan bersih menandakan jauh dari polusi. Menuju Desa Krampon kita seakan dibawa ke masa lalu seperti memasuki lorong waktu, di kanan kiri desa  masih banyak terdapat bangunan rumah-rumah lama peninggalan Jaman Kolonial, namun sayang kondisi rumah-rumah yang ada sebagaian besar tampak tidak terawat terkesan dibiarkan begitu saja.


Kristal Putih Pulau Madura Photo by. Rurisa

Pabrik garam briket di Krampon Sampang, Madura, ada sejak zaman pemerintahan Kolonial Belanda. Keberadaan pabrik tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan social-ekonomi Desa Krampon. Pabrik Garam Krampon telah menyumbangkan banyak pendapatan terhadap pemerintah Belanda, namun tidak bagi masyarakat sekitar kecuali hanya mendapatkan keuntungan menjadi kuli untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kejayaan pabrik garam Krampon  terjadi masa kolonial Belanda sebagai perintisnya. Setelah pengelolaan beralih ke pendudukan Jepang hingga masa Indonesia merdeka terjadi pemerosotan produksi. Setelah pabrik garam Krampon tutup masyarakat banyak yang menganggur, Sebagian ada yang pergi keluar negeri dan ke daerah lain mencari pekerjaan, sebagian lain bercocok tanam pertanian (dikutip dari Buku Diki Prasetyo : Pabrik Garam di Desa krompon, Sampang Madura 1903-1973).


Jangan lupa bahagia Photo by. Rurisa

Pemerintah Belanda menyebut Krampon dengan berbagai istilah, diantaranya : Gouvernements zout verpakkingsfabriek; zoutland; zout fabriek; centrum van het bevolkingszoutland; briketten fabriek. Garam dijadikan briket untuk selanjutnya dijual.

Krampon merupakan pemukiman pekerja pabrik pengemasan garam yang dilengkapi dengan fasilitas modern. Kota ini dibangun tahun 1903 dan beroperasi tahun 1905. Design dibuat sedemikian rupa mirip dengan Amsterdam. VOC melebarkan sayapnya ke Madura karena melihat potensi bisnis di sana yaitu garam, tentu saja dengan sistem monopoli.

Keberadaan orang Belanda berpengaruh terhadap sosial ekonomi di desa Krampon. Adanya stratifikasi sosial menimbulkan adanya tiga golongan di Krampon : kesatu yaitu pejabat orang Eropa seperti pimpinan pabrik beserta kepala-kepala bidang, yang kedua pegawai pribumi yang bergelar raden, kyai, mas dan yang ketiga golongan pekerja atau buruh.


bangunan rumah tua jaman Kolonial di Krampon Sampang Photo by. Rurisa


Stratifikasi sosial berpengaruh terhadap fasilitas misalnya saja perumahan ( lokasi yang berada di perumahan depan adalah komplek pejabat/amtenar , bagian tengah pegawai dan di belakang untuk buruh pengepakan); fasilitas kesehatan,dan akses hiburan.

Krampon menjadi satu-satunya kota yang dilengkapi dengan gedung bioskop , theater lapangan bola, arena bowling , PDAM dengan sistem filter, rumah sakit, listrik, gereja, air minum sudah bisa diminum dari kran.

Rumah kapala gudang Krampon, namanya Tuan Meijer memiliki rumah yang sudah disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia. Rumah dengan arsitektur gaya jengki.


Tandon Air peninggalan Jaman Kolonial Photo by. Rurisa


Tahun 1947 terjadi konflik internal, beberapa kali ada wacana penutupan. Pada masa pendudukan jepang pabrik garam yang juga di sebut De Opium En Southregie diubah namanya menjadi Peroesahaan Garam. Tahun 1945 setelah Indonesia merdeka maka berubah lagi namanya menjadi Jawatan Regue Tjandu dan Garam (JRTG).

Tahun 1957 Soekarno melarang praktek monopoli garam . Kebijakan ini memicu produsen-pfodusen baru bermunculan di Madura untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga menimbulkan persaingan berat buat PN garam, tahun 1972 PN Garam resmi di tutup.

Saat ini aset yang ada di desa Krampon adalah milik PT Garam, 44 bangunan yang ada sudah menjadi jadi cagar budaya. 

Nama Krampon konon diambil dari istilah;

Yang pertama: di lapangan bola sering di pakai untuk menjual sepatu bola krampon. Di Krampon ada klub sepakbola wanita yang bernama Krampon FC.

Yang kedua: Krampon dari kata terampun (setopan garam) yang ada di pabrik.

NB: Mengutip dari FB milik Rurisa Candra Amartawati yang mengutip dari Buku Diki Prasetyo : Pabrik Garam di Desa Krompon, Sampang Madura 1903-1973.


PT. GARAM AREA – KABUPATEN SAMPANG

hasil panen garam petani Photo by. Oktal KJB

Siang menjelang sore tetapi terik matahari masih sangatlah kuat seakan engan untuk meredupkan sinarnya sementara penjelahan masih berlanjut menuju PT. Garam Area Sampang. Di lokasi ini kita bisa melihat secara langsung proses bagaimana garam itu dibuat, terlihat petak-petak air laut yang terbentang di lahan seluas 5.500 Ha nampak beberapa petani garam masih bekerja sore itu mengatur arus air dari satu petak ke petak lainnya. Saat saya bertanya kepada yang salah satu pegawai dari PT. Garam Area apakah produksi garam ini sudah mengekspor hasil produksinya hingga keluar pulau…? mereka menjawab belum karena kebutuhan garam sendiri untuk wilayah Pulau Madura dan sekitarnya masih sangat kurang. Produksi garam yang dihasilkan untuk konsumsi hanyalah 15% sedangkan 85% digunakan untuk kepentingan industri.


petani garam sedang bekerja Photo by. Oktal KJB

Jika diperhatikan dari kejauhan ladang garam nan membentang nampak seperti hamparan  salju yang bertebaran diatas tanah, ada pula yang menyebutnya bak emas putih dampak dari kilau air laut yang terbias oleh sinar matahari.  Pulau Madura sendiri tersohor dengan julukan pulau penghasil garam terbaik di Indonesia itu mengapa Tuhan menganugerahkan cuaca yang sangat cerah di pulau ini.  

ladang garam Photo Shoot by. Oktal KJB

Birunya langit Pulau Madura yang berharmoni dengan balutan awan putih menambah selaras suasana siang menjelang  sore hari, kita benar-benar bisa memandang langit dengan lepas  tanpa batas sembari menikmati hembusan bayu yang lumayan kencang seakan mengsingkronisasi udara untuk mengurai panas. 


API ABADI TAK KUNJUNG PADAM

Dokumentasi KJB

Waktu terus  bergerak sore menjelma menjadi senja lalu kemudian berganti malam tetapi penjelajahan ini belum akan berakhir, masih ada satu destinasi yang harus dikunjungi sebelum merehatkan badan diperaduan malam dengan harapan meraih mimpi indah untuk melanjutkan penjelajahan di hari berikutnya.


Lokasi Api Tak Kunjung Padam, terletak di Desa Larangan Tokol, Tianakan, Kabupaten Pamekasan, Madura. Kami tiba di lokasi hari sudah gelap karena malam telah menjelang, di sepanjang kanan dan kiri menuju Api Tak Kunjang Padam terdapat kios-kios penjualan souvenir Khas Madura dari mulai celurit, gula aren, rengginang, cobek, ulekan hingga kain batik dsi ada di tempat ini, sempatkan singgah untuk berbelanja karena harga barang yang dijual sangat terjangkau dan jika dirasa mahal kita masih bisa menawarnya. 

 

Setelah berjalan kurang lebih sejauh +100 M dari lokasi parkir kendaraan terlihat Api Tak Kunjung Padam yang dikelilingi pagar besi, nampak seorang ibu warga lokal yang sedang merebus jagung di atas api  sembari menawarkan dagangannya kepada kami. Saat saya menyapa dan bertanya apakah mereka memanfaatkan api untuk memasak sehari-hari…? iya jawabnya disesuaikan dengan kebutuhan saja pengunaannya. Terbesit dalam hati saya jika tinggal di lokasi ini tentu untuk memasak tidak perlu lagi menggunakan gas elpiji dan sejenisnya. Dari referensi yang saya baca kelemahan akan api tak kunjung padam ini akan mati atau berhenti menyala bilamana hujan hebat turun di tempat ini, dan akan menyala lagi bilamana cuaca cerah kembali. Tetapi bersyukur bisa datang malam Hari ke lokasi ini karena nyala api nampak membara dan terlihat dengan sangat jelas dari pada berkujung di pagi atau siang hari.

 

Hari itu malam beranjak dengan cepat sekali tanpa mau bertoleransi, setelah dirasa cukup mengeksplor lokasi dan beberapa peserta jelajah ada yang berbelanja berbagai macam souvenir atau sekedar melihat-lihat semata, kami melanjutkan perjalanan menuju Kabupaten Sumenep tempat kami menginap setelah sebelumnya singgah untuk makan malam di sebuah resto. Urusan kampung tengah bereslah sudah saatnya menuju de Baghraf Hotel – Sumenep  untuk melepaskan penat dan beristihat setelah perjalanan panjang dimulai dari Stasiun Gubeng Surabaya menuju Sumenep.

 

Dan de Baghraf Hotel – Sumenep menjadi penutup perjalanan hari pertama, setelah beberes urusan pribadi, naiklah saya ke peraduan melepas penat tetapi rasa capek yang teramat sangat justru tidak bisa langsung terlelap dengan segera, hanya tetiba terbangun hari sudah menjelang pagi….. saatnya bebenah untuk melanjutkan penjelahan di hari kedua.

 

HARI KEDUA PENJELAJAHAN


de Baghrraf Hotel Sumenep Photo by. Rurisa

Pagi menjelang sebelum melanjutkan jelajah terlebih dahulu menikmati sarapan pagi di de Baghraf Hotel – Sumenep, jujur andai saya sedang menikmati sebuah journey di daerah kepengennya dalam menu yang disajikan oleh hotel tempat saya menginap terdapat masakan lokal asli daerah tersebut, sayangnya selama 2 malam saya menginap tidak satupun menjumpai masakan lokal justru mie instant disajikan di hotel ini, contoh misalnya nasi jagung dengan lauk ikan asin dan sambal atau apalah menu tradisional penduduk lokal yang biasa konsumsi….. aih sayang banget ya hingga saya kembali ke BSD saya belum sempat mencicipi nasi jagung Pulau Madura dan kuliner lokal lainnya.

 

KOTA TUA KALIANGET 


Photo by. Rurisa

 

Melanjutkan perjelajahan menuju Kota Tua Kalianget suasana pagi itu sangat terik padahal hari belumlah beranjak siang entalah saya merasa Mentari di Pulau Madura ini sangat gemar tersenyum lebar bahkan terkadang tertawa terbahak-bahak hingga memancarkan sinarnya dua kali lipat tuk membiaskan sinarnya hingga menembus bumi. Teriknya sinar mentari memang tidak dapat  dihindari jika akhirnya kulit sawo matang saya menjadi lebih kecoklatan dari biasanya saya merasa tingkat kesexyan saya naik satu level….. hihihihihi.

 

Photo by. Rurisa


Menikmati perjalanan menuju Kota Kalianget di sepanjang kanan kiri jalan masih banyak bangunan rumah-rumah kuno jaman Kolonial, ada yang  terawat dengan baik karena dihuni atau dijadikan kantor tetapi banyak pula yang terbengkalai  begitu saja tanpa perawatan bahkan tumbuhan liar menjalar nyaris menutupi bangunan rumah, sangat disayangkan seharusnya bangunan tua tersebut bisa diajukan sebagai cagar budaya   agar mendapatkan biaya perawatan dari pemerintah.

 

BERKUNJUNG KE PT GARAM (PERSERO)



Dari hotel menuju Kota Tua Kalinget ini jaraknya tidaklah terlalu jauh tidak sampai 30 menit kami tiba di PT Garam (Persero), di tempat ini kami disambut oleh salah satu staff dari PT. Garam. Kami diajak menuju sebuah bangunan gedung yang cukup besar yang masih berdiri dengan sangat kokoh, yang unik dan menarik perhatian adalah panel pintu yang sangat antik menjulang tinggi dengan ketebalan yang tidak umum serta sangat berat saat membukanya. 


ruangan dalam gedung panel listrik Photo by. Bang Sahat

Dahulu fungsi dari bangunan  ini dipergunakan sebagai pusat aliran listrik, ruangan dalam gedung sangat luas dan lapang terdapat bekas panel-panel listrik yang mulai berkarat, kekokohan bangunan masih terlihat dengan jelas betapa megahnya bangunan ini, jendela-jendela kaca nan menjulang tinggi seperti ciri khas bangunan Europa pada umumnya menjadikan gedung ini menampakan kelasnya tersendiri pada jamannya. Namun sayang kini kondisinya kotor, berdebu dan mulai usang. 

 

bagian luar gedung PT Garam Photo by. Rurisa


Beranjak menuju ke dalam halaman PT. Garam di tempat ini masih terdapat sisa bangunan seperti benteng yang sudah mulai runtuh dan ditumbuhi tumbuhan dan ilalang liar nyaris menutupi sisa bangunan gedung yang ada, terdapat sebuah tanur yang menjulang tinggi dengan kondisi temboknya yang sudah mulai mengelupas sehingga nampak batu bata dari tanur itu sendiri. Saya pribadi merasa prihatin melihat kondisi bangunan-bangunan tua peninggalan Pemerintah Kolonial tidak terawat bahkan teronggok begitu saja seakan tak tersentuh perawatan. Padahal kalau bangunan dan gedung tua yang ada dirawat dengan baik tentu akan mendatangkan devisa bagi Pemerintah Daerah setempat, bisa saja bangunan tua bersejarah tersebut dijadikan museum misalnya atau gedung pertemuan untuk perhelatan acara penikahan, seni pertunjukkan, pameran dll.


Gedung Eks. Stasiun di Kalianget Photo by. Respati

Saya nyaris tidak percaya bahwa dahulu di Kota Tua Kalianget terdapat rel kereta api, namun kini bekas rel  kereta api tersebut tidak tersisa sama sekali  bekasnya alias lenyap tak berbekas, adapun fungsi dari kereta api berjenis lori ini dipergunakan untuk mengangkut garam dari ladang garam menuju gudang di Kalianget. Yang masih ada dan tersisa  adalah bangunan stasiun, dahulu fungsi dari stasiun ini adalah untuk melaporkan kepada petugas berapa jumlah garam yang diangkut dari lori untuk kemudian disimpan dalam gudang. Hari beranjak siang masih ada beberapa destinasi lagi yang harus dikunjungi yaitu…..

 

BENTENG KALIMO’OK


pintu dalam Benteng Kalimo'ok

Situs Benteng Kalimo’ok terletak di Desa Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Situs Benteng Kalimo’ok, Sumenep terdiri atas struktur benteng dengan bangunan di dalamnya. Benteng ini memiliki 2 pintu masuk, yaitu di sisi selatan dan utara. Pintuk masuk utama adalah yang terdapat di sisi selatan, sehingga benteng ini memiliki arah hadap ke selatan. Dinding benteng memiliki denah segi empat berukuran 83 m X 84 meter (diukur dari titik terluar bastion), dengan ketinggian dinding sisi luar sekitar 4,15 meter, dinding dalam setinggi 2,4 meter, serta lebar struktur dinding sekitar 5,80 meter. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa dinding keliling benteng ini masih relative utuh, meskipun di beberapa tempat terdapat bagian-bagian yang runtuh, retak, maupun rusak. Pada keempat sudut penjuru benteng terdapat bastion, dan masing-masing bastion saling terhubung dengan selasar selebar 3,5 meter. Bastion, memiliki ukuran luas 17,90 X 17,18 dan masing-masing bastion memiliki 6 tempat meletakkan Meriam, berupa lekukan bentuk letter U pada dinding dengan ukuran hampir sama, rata-rata lebar 46 cm dan tinggi 67 cm.

Kegiatan Pelestarian yang pernah dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur yaitu kegiatan Inventarisasi tahun 2012 dan pada tahun 2021 dilakukan kegiatan Pemetaan dan Penggambaran Situs Benteng Kalimo’ok serta penempatan Juru Pelihara di Benteng Kalimo’ok. (Mengutip : papan info yang terdapat pada pintu masuk Benteng Kalimo’ok)


bagian dalam Benteng Kalimo'ok Photo by. Rurisa

Benteng Kalimo’ok saat ini kondisinya sudah tidak utuh lagi dinding tembok benteng banyak yang mulai terkelupas sehingga nampak terlihat batu batanya di dalamnya, pintu benteng juga   terlihat mulai rapuh dan terdapat beberapa lubang. Ilalang dan reremputan liar tumbuh berkembang menutupi sebagian besar benteng. Walaupun kondisi benteng sudah tidak lagi utuh namun ada hal positif lainnya, di halaman belakang area benteng dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk memelihara sapi, ide yang sangat bagus sehingga tempat ini tidak begitu saja dibiarkan semata-mata terbengkalai. 


Pintu Masuk Benteng Kalimo'ok


Saya melihat animo masyarakat atau wisatawan yang datang ke benteng ini sangatlah jarang,  hanya orang-orang tertentu dan  pengiat sejarah saja yang berkunjung. Seandainya dalam Benteng Kalimo’ok tidak terdapat rerumputan dan ilalang liar pasti kondisinya jauh lebih menarik seakan mendatangkan kesan kita bisa merasakan sensasi  susana Benteng Kalimo'ok di masa lalu.


pintu gerbang Kerkhof Photo by. Rurisa

Tidak jauh dari lokasi Benteng Kalimo’ok terdapat Kerkhof atau pemakaman orang Belanda, mengapa terdapat pemakaman orang Belanda di Kalianget…..? karena pada abad 18-19 Kalianget menjadi kota modern yang dibangun oleh pemerintahan Kolonial. Orang-orang Belanda pada jaman itu banyak yang bekerja di industri PT. Garam di Kalianget Timur  kemudian mereka bermukim di Kalianget hingga akhir hayatnya, karena jenazah mereka tidak memungkinkan untuk di bawa pulang  ke negeri Belanda kemudian mereka di makamkan di Kerkhof Kertasada Kalianget. Kondisi Kerkhof   sudah tidak  utuh lagi  nampak mulai rapuh tergerus usia, hanya terdapat gapura  yang masih terlihat berdiri sekaligus menjadi penanda bahwa di lokasi ini terdapat kerkhof.

Di hari kedua penjelajahan ini masih ada beberapa tempat yang harus di kunjungi, saatnya menuju ke arah…


MUSEUM KRATON SUMENEP

Lambang Kerajaan Sumenep

Museum adalah tempat dimana saya bisa mengenal sebuah peradaban masa lalu akan berdirinya sebuah negeri, dengan melihat  isi museum kita bisa menelusuri rekam jejak perjalanan dari sebuah tempat yang kemudian berkembang menjadi sebuah negeri.

Museum Kraton Sumenep terletak di jalan Dr. Soetomo No. 6 Sumenep. Museum Sumenep menempati ruangan yang tidak besar bahkan cenderung minimalis namun syarat makna akan nilai historis pada jamannya, kereta kencana menjadi pusat perhatian utama pengunjung karena keberdaannya paling mencolok diantara benda-benda lainnya. Tetapi yang mencuri perhatian saya adalah Lambang Kerajaan Kabupaten Sumenep yang menempel di dinding museum, sangatlah unik karena terdapat dua ekor binatang seperti yang ada dalam kisah dongeng  yakni “Naga dan Pegasus” terus diatasnya terdapat sebuah mahkota kerajaan, seklias nampak seperti lambang kerajaan di Negara Eropa. Di kiri bawah terdapat keterangan Lambang Kerajaan Sumenep Naga dan Pegasus, adalah:

1.       Mahkota Kerajaan;

2.       Kuda Terbang artinya Tunduk dalam Pemerintahan;

3.       Naga artinya putra bangsawan ada di bawah jangan diinjak

4.       Rumah artinya perlindungan pada masyarakat;

5.       Bintang artinya Keagamaan;

6. Gambar Orang memegang Senjata artinya Kalau bicara    jangan Acuh tak Acuh;

7.       Bunga artinya perdamaian.


 KRATON SUMENEP

beranda depan Keraton Sumenep Photo by. Rurisa

Setelah usai mengeksplor Museum Sumenep penjelajahan berlanjut menuju Kraton Sumenep yang letaknya persis di seberang museum, warna kuning terang nyaris mendominasi lis-lis atas tembok dan dinding keraton.  Kondisi bangunan kraton  cukup terawat sehingga kemegahan dan keglamoran sebuah bangunan yang dinamakan Keraton nampak terlihat langsung dengat kasat mata. 

Hampir di setiap pilar-pilar yang berdiri kokoh, kusen-kusen pintu, jendela bahkan atap terdapat ukiran dan pahatan dengan warna kuning emas sehingga siapapun yang pertama kali datang berkujung ke lokasi ini langsung dibuat kagum akan kemegahan arsitektur sebuah bangunan. Karena warna kuning lebih mendominasi bangunan maka ada nama lain atas Keraton ini yakni Potre Koneng atau Putri Kuning. 


Keraton Sumenep Photo by. Respati

Saya  mengagumi kemegahan arsitektur bangunan kraton yang masih cukup terawat dengan baik  untuk dipandang mata sembari membayangkan kisah masa lalu Raja, Permaisuri, Putra dan Putrinya serta para  Abdi Dalem berjalan di selasar keraton dengan menggunakan busana kebesaran mereka sembari bertegur sapa dan menundukkan kepala bilamana berpapasan dengan pembesar istana.


TAMAN SARE


dalam Taman Sare Photo by. Rurisa

Melipir sejenak dari keraton sebelum keluar dan melanjutkan penjelajahan ke tempat lain, tidak jauh dari keraton terdapat tempat yang bernama Taman Sare tempat dimana dahulu menjadi Pemandian Putri. Sekarang ini fungsi dari  Taman Sare diyakini memiliki berbagai khasiat bagi yang percaya. Taman Sari  memiliki 3 pintu dengan memiliki khasiat yang berbeda beda, jika mengambil air dari pintu pertama konon katanya dipercaya akan awet muda dan enteng jodoh, jika mengambil air dari pintu yang kedua rejekinya akan lancar, serta jika mengambil air dari pintu yang ketiga akan dapat meningkatkan ketakwaan. Mengenai hal ini tentu kembali pada ke pribadi masing-masing  mau percaya ya monggo tidak juga tidak mengapa, jadi gimana kamu mau milih pintu yang mana guys…..

Kondisi  Taman  Sare  lumayan  bersih dinding kolam didominasi oleh warna biru, airnya tidak terlalu jernih terdapat banyak ikan berenang hilir mudik dalam kolam, bahkan beberapa diantara mendekat bilamana ada wisatawan datang saat mengambil air untuk membasuh muka seolah menyatakan selamat datang. Sayangnya fasilitas umum yang ada sangat jorok dan kotor bahkan tidak dapat dipergunakan, dari 4 toilet yang tersedia hanya satu yang bisa dipergunakan itu pun kondisinya enggak banget, hallo….. pihak yang berwenang mohon ini menjadi perhatian.

Siang itu Mentari terlalu kencang memancarkan cahayanya menjadikan udara semakin panas, sepertinya Sang Bayu sedang enggan keluar untuk menghembuskan nafasnya dan lebih memilih diam termenung dalam peraduannya. Kumandang azan sholat dzuhur telah lewat dan saya belum menunaikannya, bergegas menuju…..


MASJID AGUNG SUMENEP ATAU MASJID JAMIK SUMENEP


bagian dalam Masjid Jamik Sumenep Photo by. Rurisa

Lokasi masjid ini berdiri menghadap Alun-Alun Kota Sumenep lokasinya sekitar + 1 Km dari keraton jika berjalan kaki, cukup melelahkan siang itu karena teriknya cuaca sangat tidak bersahabat dan hembusan angin nyaris tiada, baru setelah mendekati alun-alun udara terasa sedikit sejuk karena banyak pohan-pohon besar nan rindang tumbuh di tempat ini lumayan untuk sekedar menghela nafas dari teriknya udara. 


Photo by. Rurisa

Masjid Jamik merupakan salah satu bangunan tertua dari 10 masjid yang ada di nusantara, pembangunan masjid sendiri di mulai tahun 1779 hingga tahun 1787 masehi pada masa pemerintahan Panembahan Somala. Bangunan masjid ini merupakan salah satu bangunan pendukung keraton sebagai tempat ibadah bagi keluarga keraton dan masyarakat, Masjid Jamik ini merupakan masjid  kedua yang dibangun oleh keluarga Keraton, dimana sebelumnya telah dibangun masjid tepat di belakang Keraton dibangun pada masa pemerintahan Kanjeng R. Tumenggung Ario Anggadipa penguasa Sumenep XXI dengan dibeli nama Masjid Lalu.


bagian atas luar Masjid Jamik Sumenep

Masjid Jamik dibangun dengan menggunakan arsitek yang sama dengan Keraton Sumenep yaitu Lauw Piango, itu mengapa arsitektur bangunan masjid dengan keraton terdapat persamaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa dan Madura.

Saya sangat mengagumi arsitektur bagian dalam bangunan masjid terdapat pilar-pilar bulat berdiri dengan kokoh dan menjulang tinggi  yang berfungsi untuk menyangga bangunan masjid. Membayangkan sosok dari Lauw Piango orang Cina yang dipercaya oleh Panembahan Somala sebagai arsitek yang memiliki kemampuan di bidang arsitektur kemudian mendapat kepercayaan untuk merancang tempat beribadah Umat Islam. Seseorang arsitek yang sangat luar biasa pada jamannya bisa mendesain gambar seelegan dan seanggun itu sungguh maha karya yang sangat luar biasa dimana karyanya masih bisa kita lihat hingga saat ini. 


sisi samping Masjid Jamik Sumenep Photo by. Bang Sahat

Saat saya bertanya pada petugas yang ada disana mengenai kondisi bangunan masjid  apakah ada renovasi atau pengantian dijawab oleh beliau bahwa bangunan masjid masih orisinal hingga keatapnya nah luar biasa bukan kwalitas material bangunan yang dipergunakan pada jaman itu. 


 ASTA TINGGI SUMENEP

pintu masuk bagian dalam Asta Photo by. Rurisa

Siang nan terik mulai meredup menjelang senja masih ada satu tempat lagi yang harus dikunjungi yakni Asta Tinggi tempat dimana para raja, keturanan, kerabatnya, dan para pembesar kerajaan di makamkan di tempat ini. Sebelum berkeliling asta kita harus kulonuwun terlebih dahulu kepada pengurus makam/juru kunci untuk didoakan, setelah mendapatkan restu dari sang juru kunci makam kita dipersilahkan untuk mulai ziarah. Para penziarah pada saat memasuki lokasi area pemakaman diwajibkan untuk menanggalkan alas kaki di depan pintu masuk gerbang. 


Isi dalam makam Asta Tinggi Photo by. Rurisa

Kondisi dalam makam terlihat rapi dan tertata  dari kejauhan terdengar  lantunan kumandang para peziarah yang sedang berzikir bersama-sama suasananya begitu syahdu hingga mengakibatkan bulu kuduk mulai meremang menjalari tubuh,  jujur pada awalnya saya agak enggan masuk ke areal pemakaman ini, tetapi saya berpikir kembali sudah sangat jauh jarak yang saya tempuh kenapa tidak sekalian saya masuk ke dalamnya untuk mengetahui kisah dan siapa saja yang dimakamkan di tempat ini, dengan bermodal rasa penasaran akhirnya memaksakan diri masuk ke dalam astana sembari lirih berdoa dan mengucap salam, Assallamualaikum…. begitu langkah kaki menginjak jalan setapak nampaklah bentangan makam yang cukup luas jumlahnya mungkin ratusan nisan terdapat di tempat ini, sesekali saya mendengarkan penjelasan dari pengurus makam mengenai siapa saja yang dimakamkan di tempat ini, bahkan konon katanya Pangeran Diponegoro dimakamkan di kawasan kompleks makam Astana Tinggi. Saat saya bertanya di mana letak makamnya pengurus makam hanya menunjuk dan mengatakan ada dibalik tembok sana.  


Photo by. Rurisa

Senja mulai meredupkan sinarnya kemudian pergi dan malam datang menjalankan tugas rutinnya menggantikan senja, melanjutkan perjalanan menuju hotel untuk sekedar melepas penat sejenak karena masih ada satu acara lagi yang tidak boleh dilewatkan begitu saja dan wajib untuk di hadiri dan itu adalah….


MADURA ETNIC CARNIVAL 2023



Yups….. Madura Etnic Carnival 2023, Theme: Magneficient of Karapan Sapi. Competition And Grand Show. The Soul of Carnival Costume. Saya merasa sangat beruntung malam itu bisa melihat langsung karnaval yang pertama kalinya diselenggarakan di Kabupaten Sumenep Madura.


Photo by. Oktal KJB

Karnaval ini  pertama kali diselenggarakan di Pulau Madura oleh pemerintahan sekarang, Pimpinan sekarang seakan ingin mendobrak dan memberi kabar kepada dunia luar bahwa Pulau Madura tidaklah seterpencil itu,  di pulau ini kami mempunyai kultur dan budaya yang sangat luar biasa untuk ditampilkan dan diperkenalkan agar masyarakat umum di luar sana mengetahui. Mengambil tema : Magneficient of Karapan Sapi yang menjadi Icon Pulau Madura, para peserta karnaval saling berlomba menampilkan berbagai macam busana tradisional dipadu dengan modern untuk memaksimalkan penampilan berekspresi selama karnaval berlangsung.


Photo by. Oktal KJB



Peserta karnaval berusaha tampil semaksimal mungkin dengan memamerkan segala keindahan, keglamoran, keangunan dan kelebihan  dandanan yang dimiliki oleh masing-masing peserta di hadapan ratusan penonton malam hari itu.


Photo by. Oktal KJB

Suasana malam itu begitu meriah dan sangat ramai nyaris  semua lapisan masyarakat hadir tumpah ruah di jalanan depan Keraton Sumenep untuk menyaksikan karnaval secara langsung.  Amazing di Kabupaten Sumenep Madura bisa mengadakan perhelatan besar bernama  karnaval dengan  sangat luar biasa, mulai dari tata panggung lengkap dengan dekorasinya serta cahaya lampu yang sangat solid tidak kalah dengan panggung seperti  yang diadakan  di kota-kota besar, panitia dalam hal ini patut dan layak untuk mendapatkan apresiasi.


Photo by. Oktal KJB

Bahagia rasanya bisa melihat langsung para peserta karnaval  menggunakan berbagai macam busana  tradisional  dipadukan dengan modern terlihat berwarna warni gemerlap. Yang unik adalah adanya ornament -ornament Sapi yang disematkan pada sekitar tubuh mereka sebagai hiasan yang menjadi  thema karnaval "Magneficient of Karapan Sapi. Competition And Grand Show. The Soul of Carnival Costume".


Photo by. Rurisa

Sebanyak kurang lebih 70 peserta karnaval berjalan di atas pentas lalu berlanjut di jalanan yang sudah dipersiapkan untuk itu, masing-masing peserta berlengak lengok pamer keglamoran dan segala kelebihan yang dimiliki untuk ditampilkan dan dilihat oleh penonton yang hadir malam itu, kilatan cahaya lampu dari para fotografer saling berlomba untuk membidik peserta karnaval dengan mengambil angel yang pas agar kwalitas gambar yang dihasilkan maksimal.


Kendaraan Hias Photo Shoot by. Rurisa

Sayangnya saya terlambat datang menonton karnaval hingga akhirnya tidak bisa melihat karnaval kendaraan/mobil hias yang melintas terlebih dahulu, padahal siang harinya saya jumpai mereka sedang beristiharat di alun-alun saat saya sedang berjalan menuju kearah Masjid Jamik, ah…. sayang sekali terlewatkan….. 


HARI TERAKHIR


Bunga Tembakau Photo by. Rurisa

Tiga hari sudah kami menjelajah Pulau Madura dan sekitarnya, dan hari terakhir ini seharusnya sesuai Rundown Jelajah yang telah menjadi itinerary seharusnya berkunjung ke Kampung Pasir yang terletak di Desa Legung Timur, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, dari artikel yang saya pernah baca dan melihat melalui media Kampung Pasir ini sangat unik karena menjadikan pasir sebagai tempat tidur oleh penduduk setempat, karena  adanya jembatan dan jalan yang sedang dalam perbaikan kearah sana dan berhitung dengan waktu keberangkatan jam kereta api Kembali ke Jakarta maka kunjungan wisata ke Kampung Pasir tersebut terpaksa dibatalkan, jujur saya pribadi sangat kecewa karena kunjungan itu telah tertulis didalam rundown jelajah tetapi apa daya kondisinya tidak mungkin untuk berkunjung, akhirnya di putuskan secara musyawarah malam sebelumnya bahwa kami akan mengunjungi Kelenteng di Pamekasan.


BATIK MADURA MENGGODA IMAN


Motif Batik Madura

Entalah saya merasa hari terakhir itu berjalan terlalu cepat seakan diri ini belum rela untuk kembali, tapi bagaimanapun harus pulang karena semua sudah dipersiapkan untuk tetap maju pantang mundur. Berjalan menembus waktu seperti rencana awal yang diperjanjikan sebelum menuju kelenteng kami mampir sejenak ke salah satu pengerajin Batik Madura Al Barokah namanya, di toko ini beraneka ragam Batik Madura mulai dari kain batik, ecoprint, sarung hingga pakaian jadi diperdagangkan, harga yang ditawarkan pun bervariasi dari puluhan ribu, ratusan hingga jutaan rupiah. 


warna-warna cerah pesisir menjadi ciri khas Batik Madura

Saya melihat para penjelajah sibuk memilih batik yang terbaik dengan membandingkan motif batik yang satu dengan motif batik lainnya serta berdiskusi dengan penjelajah lainnya untuk dimintai pendapat batik mana yang terbaik, tidak demikian dengan saya yang lebih sibuk mondar mandir milih Kain Batik Madura mana yang terbaik dengan harga termurah....😄, awalnya hanya memandang semata hingga titik nadir kemudian debat kusir dengan diri sendiri sampai akhirnya memutuskan membungkus dengan berat hati mengeluarkan isi dompet. Toko Batik Al Barokah ini benar-benar mengoda keimanan saya untuk bertahan tidak tergoda tetapi nyatanya pertahanan saya bobol juga alias kagak kuat nahan untuk berdiam diri tanpa tergoda mengesek kartu debet saya pada akhirnya….rasanya ingin tiarap ditambah saya tidak berhasil menawar walaupun sudah memakai Bahasa Madura “ndek rema” ……hehehehehehe. Padahal di toko batik sebelumnya di Kota Sumenep saya sama sekali tidak tergoda walaupun aneka ragam batik warna warni dipajang di toko tersebut. 


Rencana awal tadinya hanya sebentar saja di lokasi ini ternyata hal itu sulit dilakukan wajar namanya juga kaum hawa sedang belanja, memilih satu jenis barang saja butuh waktu lama untuk membandingkan perpaduan motif, keserasian corak dan keselarasan warna, apalagi kalau melihat temannya mendapat batik dengan motif unik tidak pasaran dengan harga murah….. tarra yang terjadi pasti heboh binti rebet dech ….. hahahahaha pokoknya seru wae lah.   


Akhirnya urusan belanja bereslah sudah dengan berbagai macam ragam komentar yang terlontar, ada yang ngerasa menyesal kenapa tidak membeli yang motif itu, ada yang merasa belanjanya kebanyakan, ada yang menyesal kenapa tidak belanja….hehehehehe. Perjalanan berlanjut menuju …..

 

VIHARA AVALOKITESVARA


Pintu Gerbang Vihara Avalokitesvara Photo by. Rurisa

Terletak di Dusun Candi, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan Madura. Seperti vihara pada umumnya terdapat bangunan Pagoda, tempat untuk sembayang umat beragama budha. Warna merah cerah mendominasi bangunan vihara berpadu dengan kuning emas dan hijau sehingga memancarkan kemeriahan yang berpadu dengan birunya langit siang hari itu. Vihara Avalokitesvara atau Vihara Kwan Im Po Sat didirikan pada abad ke 18 SM telah berdiri ribuan tahun dengan sisa-sisa peninggalan kebudayaan zaman Majapahit.


bagunan candi dalam vihara Photo by. Rurisa

Loaksi vihara ini cukup luas hingga ke halaman belakang, di halaman belakang terdapat bangunan lain seperti Pura dan Candi serta Pohon Body  ada di tempat ini, suasananya tenang dan teduh menjadikan tempat ibadah ini mengalirkan atmosfir  nan syahdu. Dan akhirnya Vihara Avalokitesvara ini menjadi penutup penjelajahan Pulau Madura selama 3 hari 2 malam.


Setiap perjalanan selalu meninggalkan kesan dan kisah tersendiri yang kelak akan menjadi memori nostalgia nan abadi. Jejalah Pulau Madura selama 3 hari 2 malam lalu menambah pengalaman hidup yang berharga, bisa melihat ragam budaya dengan culture sorta keunikan tersendiri yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya. Menghaturkan terima kasih kepada :


BAPAK KARTUM SETIAWAN 


Kartum Setiawan CEO KJB Photo Shoot by. Oktal KJB

Selaku pemilik Komunitas Jelajah Budaya (KJB) yang telah sukses melaksanakan misi Jelajah Pulau Madura tanggal 15-17 September, tentu tidak mudah bagi beliau membawa misi jelajah ini karena harus mengurus 40 peserta dengan beragam usia dari belia hingga manula, tapi Mas Kartum berusaha agar semua keinginan para penjelajah ini bisa terpenuhi dan terakomodir dengan baik tentu itu bukan pekerjaan mudah, berkat pengalaman jelajah-jelajah yang sebelumnya hal ini bisa teratasi karena para peserta jelajah sebagian besar sudah sering ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Komunitas Jelajah Budaya baik di Jabodetabek hingga luar kota, sehingga sudah saling memahami karakter para sahabat KJB itu sendiri. 



Bukan tanpa alasan Mas Kartum mengadakan jelajah Pulau Madura ini pada tanggal 15-17 September 2023, rupanya beliau ingin memberi surprise kepada kami untuk menonton Madura Ethnic Carnival pada tanggal 16 September 2023, itu sebabnya kami bermalam di de Baghraf Hotel yang lokasinya tidak jauh dari tempat karnaval pada malam itu.

Untuk membantu agar misi jelajah Pulau Madura ini nantinya punya jejak digital Mas Kartum membawa seorang asisten bernama.......


OKTAL USKA PUTRA


Masih muda usianya, perawakannya sedang, berkulit terang, pembawaannya easy going dan ringan tangan bila ada para peserta jelajah yang membutuhkan bantuannya. Tugas utamanya membantu Mas Kartum mengabadikan momet untuk mengambil gambar dan vidio selama jelajah berlangsung, saya sendiri sudah beberapa kali bertemu dengan Oktal di beberapa kegiatan KJB namun jarang ngobrol secara intim jadi agak bingung harus menuliskan karakter seorang Oktal ini, mungkin saya harus lebih mendekatkan diri kali ya biar bisa ngupas lebih banyak kepribadian dari seorang Oktal….. sukses ya bro so tanks sudah menjadi phofografer selama jelajah Pulau Madura lalu, walaupun gambar gue kagak banyak terbidik di kamera loe…. hahahahahaha


DIKI PRASETYO


Photo Shoot by. Juni

Selama jelajah berlangsung Mas Kartum membawa serta pemuda daerah untuk membantu menjelaskan sejarah dan latar belakang kebudayaan Pulau Madura. Diki saat dia memperkenalkan dirinya, perawakannya tidak terlalu tinggi untuk ukuran pria termasuk jenis yang standard…. Ups!!! kulitnya sawo matang gelap, berambut pendek tetapi pembawaannya tegas dari cara dia berbicara, sepertinya Diki ini lulusan mahasiswa jurusan sejarah kalau saya tidak salah ingatan, berbagi informasi mengenai sejarah masa lalu Pulau Madura selama penjelajahan berlangsung, saya mengapresiasi seorang Diki yang ternyata telah menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Pabrik Garam di Desa krompon, Sampang Madura 1903-1973”, buku yang ditulisnya ini menurut pengakuannya berkaitan dengan judul skripsinya yang menjadi tugas akhirnya, konon Diki ini berencana ingin melanjutkan Pendidikan ke tingkat yang lebih lanjut, mari kita doakan agar Diki ini sukses dan bisa meraih cita-cita, harapan dan impiannya. Selain Diki ada pula Teteh Desi dan Aa Ali yang membantu memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi sejarah masa lalu di Kabupaten Sampang. 

 

RURISA CANDRA AMARTAWATI HARTOMO

Photo by. Marita

Jelajah Pulau Madura kali ini menjadi lebih special dari pada jelajah-jelajah sebelumnya, butuh sedikit effort buat ngerayu Risa supaya mau ikutan Jelajah Pulau Madura bersama KJB. Saya bisa memakluminya karena Risa saat ini sedang padat jadwalnya selain merawat sang Ibunda terkasih, ngurus usaha keluarga, menulis buku yang akan di launching pada bulan November mendatang, menjadi guru di sekolah minggu, mimpinya bisa muncak ke Bukit Raya yang menjadi prioritas utamanya…… saya mengodanya Risa Bukit Raya itu tidak kemana-mana lho kamu masih bisa mendakinya di tahun depan😎,  tapi ke eksplor Madura kapan lagi mumpung ada kesempatan nich….. hahahahahaha begitu saya melancarkan rayuan gombal mukiyo, Risa minta waktu untuk berpikir dan berhitung dengan cermat kalau ini kita senasip ya berhitung dengan cermat….hehehehehe, dan akhirnya Risa menjawab deal eksplor Pulau Madura yuhuuuuuuuu thanks ya Risa akhirnya bisa travelling barengan lagi setelah ribuan purnama tidak kita lakukan.  



Saya mengenal Risa tahun 2010 dimulai dari  bangku kuliah tingkat lanjut di universitas yang sama, berlanjut mendaki gunung, snorkeling di  lautan, menyusuri kampung adat, mengekspor pasar tradisional, icip-icip kuliner, menghadiri pameran, berkunjung ke tempat-tempat unik dll, tetapi untuk melakukan travelling bersama Komunitas Jelajah Budaya baru bisa tereksekusi untuk pertama kalinya, itupun saya berusaha merayu gombal mukiyo😀 supaya Risa  mau ikut serta.


Photo by. Marita 

Dalam jelajah pertamanya bersama KJB Risa sangat menikmati setiap momet yang ada, orangnya cepat beradaptasi dengan segala kondisi, tidak segan untuk menyapa terlebih dahulu, peka dengan keadaan sekeliling dan ringan tangan, hasil jepretannya selalu menghasilkan angel gambar yang bagus  dan keren itu mengapa banyak para sahabat KJB minta bantuannya untuk di potret karena hasil jepretannya membuat orang yang di potret memancarkan aura bahagia. Bahkan Mas Kartum dibuat kagum dengan hasil jepretan seorang Rurisa Candra Amartawati, sepertinya tukang photo di KJB nambah satu lagi nich😀😍. Sekaligus ijin ya Risa aku tampilkan foto-foto hasil karyamu dalam blog ini …….

 

Jelajah Madura merupakan jelajah luar kota pertama kalinya di tahun 2023 yang saya ikuti setelah beberapa kali KJB melakukan penjelajahan ke luar kota, entah mengapa saya begitu penasaran dengan pulau ini apa yang ada di dalamnya bagaimana kultur, adat dan budaya di pulau ini, ternyata Madura tidak seperti yang ada dalam pikiran saya ketika itu. Dan penjelajahan selama 3 hari 2 malam bisa menjawab semua itu walaupun belum 100% namun rasa penasaran akan Pulau Madura terjawab sudah.


akhirnya Duo Riri travelling barengan lagi Photo by. Oktal

Dan teruntuk para sahabat Komunitas Jelajah Budaya : 

Ibu Ambarwati, Mbak Juniarsih, Ibu Riza Amri, Ibu Elly Rosi, Ibu Liza, Bapak Bambang, Bro Adi, Ibu Sri Nazulina, Ibu Zenni, Mbak Dina Pramecwari, Mbak Pratiwi, Ibu Nilva Desriani, Dwi Tjaturi, Mbak Lies, Sister Mira, Ibu Tiwi, Mbak Cici Nirza, Ibu Wiwi Puri, Ibu Jumini, Ibu Iwon, Ibu Dina, Ibu Augustine, Bang Sahat, Eda Anni, Ida Maryana, Mbak Ida farida, Sister Respati, Sister Wuri, Helena, Mbak Ade Dewijanti, Bro Gunata, Bro Baried, Tante Pauline, Ibu Chie Handjajanti, Mbak Cici, Diajeng Rurisa Amartawati, Bapak Toni FM dan Ibu Sri Isbudi, teriring salam hangat buat semuanya sudah bisa bersama selama jelajah berlangsung.


teriring salam hangt buat para sahabat KJB...... Photo by. Oktal

Alam selalu bisa membiusku untuk melepaskan nafas kerumitan dari semua masalah, dan sebuah perjalanan akan selalu bisa menambah romatisme kerinduanku untuk memeluknya manakala aku merindukannya, buaian bayu, tersenyumnya mentari dan keramahan semesta seakan bisa meluluhkan hati yang terluka manakala sedang berduka.

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

  1. Whoooaaa kece banget tulisannya, eike terharu, thank you pakai banyak....😍🎉

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer