DEPOK CRUISEN VERLEDEN EN HEDEN MET LOVE OUR HERITAGE
WISATA SEJARAH DEPOK BERSAMA
LOVE OUR
HERITAGE
Masih
belum bisa bisa duduk jenak di rumah menikmati akhir pekan, kali ini memutuskan
untuk ngetrip bersama komunitas yang sudah lama saya ikuti tapi agak sedikit
terbengkalai.....hehehehe, namanya LOVE OUR HERITAGE (LOH), sudah agak lama saya menolak
trip-trip yang ditawarkan karena belum cocok kondisinya.
dengan kereta menuju Stasiun Pondok Cina, tetep narsis dulu....... |
Tanggal
7 Juni 2014 LOVE OUR HERITAGE mengadakan Wisata Sejarah kali ini mengangkat
tema : Jelajah Depok Dulu
dan Kini. Buat yang tinggal di wilayah JABODETABEK Depok pasti tidak asing,
akan tetapi mungkin belum banyak yang tahu tentang Sejarah Depok di masa
lampau, memutuskan mencolek Raden Roro
Rurisa Chandra Amartawati Hartomo untuk ikutan trip ini, ternyata Si Nyai kaga
nolak walaupun sempet dilema.......dan dia mencolek pula Mba Linda Evans.........
Narsis dulu depan Margo City........sebelum jelajah |
Waktu yang
ditentukan tiba sesuai dengan perjanjian semula bersekutu di Stasiun Sudirman
menuju Stasiun Pondok Cina dengan menggunakan Commuter Line. Karena kami harus
berkumpul pagi dan tour akan di mulai jam 08.30 Wib, jadinya saya harus
berangkat negelebihi pagi berangkat gawe buat nguber kereta.......
Ayo Mba Linda Pose duluuuu....kapan lagi kalau ngga sekarang....... |
Sekitar jam 8.00
kami bertiga tiba di tujuan tempat bekumpul namanya : MARGO CITY, sebuah
kawasan mall yang cukup gede di Kota Depok. Setelah registerasi dan pembagian
snack serta para peserta komplit maka dimulailah Acara Jelajah Depok Dulu dan
Kini, dengan kata sambutan dari panita Mas Adjie
Hadipriawan, dan dua orang nara sumber Bapak Yano Jonathans dan Bapak Lilie
Suratminto. Tour ini sesuai jadwal akan dimulai jadi jam 08.30 sampai
dengan 05.00 Wib, dengan awal tour di mulai dari :
Piss....ikutan juga dong nampang di mare......yuhuuuuu |
ASAL USUL NAMA DEPOK & SEJARAH DEPOK
Ada beberapa versi
mengenai asal usul nama Depok, sebagai singkatan dari kepanjangan "De
Eerste Protestantse organisatie van Krietenen" (Jemaat Kristen yang
Pertama). Pemberian tersebut bersifat akronim yang muncul sekitar tahun 1950-an
di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda.
Para Nara Sumber Jelajah Depok kali ini |
Ungkapan "Belanda Depok" bagi orang Depok yang
begitu populer di masyarakat awalnya merupakan olok-olokan di antara kaum muda
anak sekolah yang memiliki kebiasaan saling olok di anatara mereka. Ini di
karenakan kebiasaan orang Depok yang suka berbicara dalam Bahasa Belanda yang
terdengar asing di telinga kawan-kawan lain. Akhirnya, olokan "Belanda
Depok" menjadi olokan umum dan tersebar.
sebagian peserta yang hadir serius mendengarkan narasumber |
Menurut Nara Sumber
Bapak Yano Jonathans, mengisahkan bahwa : adalah Cornelis Chastelein adalah
seorang pejabat Verenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) yang membeli lahan-lahan/tanah-tanah garapan dari
Pemerintah Belanda, di kembangkan menjadi kawasan pertanian dan perkebunan
antara lain kopi, lada, kelapa, bambu serta daerah persawahan.
Sebagai pejabat VOC
Cornelis Chastelein tidak menerapkan sistem perbudakan atas para pekerjanya,
bahkan dalam surat wasiat Cornelis Chastelein tertanggal 13 Maret 1714 tertulis
bahwa setelah wafatnya lahan-lahan/tanah-tanah dimiliki oleh 150 orang budak
kristen yang ada dan satu-satunya nama keluarga Depok yang ada hanyalah
Soedira. Pada umumnya budak-budak lain
tidak memiliki nama keluarga/marga. Pada kurun waktu abad ke 19, ahli waris
yang ada mulai menggunakan nama-nama depan mereka sebagai nama keluarga/marga.
Pada kurun waktu berikutnya nama-nama tersebut terbentuk menjadi 12 nama
keluarga/marga. Marga-marga yang terbentuk terdiri atas nama-nama : Bacas,
Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Leon, Samuel, Soedira,
Tholense dan Zadokh.
jalan menuju Rumah Tua Pondok Cina |
Hampir dapat
dipastikan bahwa nama-nama orang depok asli dipergunakan sebagai nama keluarga,
dan tidak dapat disangkal lagi bahwa ke 12 nama keluarga dapat dibuktikan
sebagai orang Depok asli dan iapapun yang menggunakan nama tersebut adalah
keturunan budak-budak kristen. Ke 12
nama keluarga yang menjadi cikal bakal bertumbuhnya komunitas Masyarakat
Depok sekaligus merupakan para ahli waris Cornelis Chastelein dan pemilik tanah
Depok yang ada sampai saat ini yang disebut Komunitas Orang Depok. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial
& Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans dan Proposal
300 Tahun Jemaat Masehi Depok}
sisi depan samping Rumah Pondok Cina |
RUMAH TUA
PONDOK CINA
seandainya Rumah Pondok Cina masih utuh akan terlihat seperti dalam foto |
Lokasi rumah tua ini
terletak di dalam kawasan Mall Margo City dengan keadaan yang nyaris tak
terlihat karena adanya terhimpit oleh adanya bangunan mall dan pembangunan
hotel. Masih ada keaslian dari bangunan rumah ini yang kondisinya masih dapat
kita lihat, tetapi entah samapi kapan itu dapat di pertahankan dengan adanya
pembangunan yang ada, apakah akan disingkirkan entalah........
Banyak sumber
sejarah yang menceritakan tentang keberadaan Rumah Tua Pondok Cina ini.
Rumah Tua Pondok Cina dibangun pada
1841. Didirikan dan dimiliki seorang arsitek Belanda, tapi pada pertengahan
abad ke-19 dibeli oleh saudagar Tionghoa, Lauw Tek Lock dan kemudian diwariskan
kepada putranya bernama Kapitan Der Chineezen Lauw Tjeng Shiang. Di sekitar
rumah tua ini terdapat perkebunan karet dan persawahan. Yang tinggal di
daerah tersebut hanya lima keluarga yang semuanya orang keturunan
Tionghoa. Mereka ini selain berdagang ada juga yang bekerja sebagai
petani di sawah sendiri serta bekerja di ladang kebun karet milik tuan tanah
orang-orang Belanda. Dalam perjalanan waktu, beberapa keluarga ada yang
pindah ke tempat lain yang tidak diketahui apa alasannya sampai akhirnya hanya
satu keluarga yang tersisa. Keluarga ini mendiami rumah tua yang kini situsnya
masih dapat dilihat di Margo City.
Pintu Kedua yang melambangkan Perkawinan yuhuuuuuu....... |
Pada jaman ‘doloe’ Pondok Cina
hanyalah areal hutan dan perkebunan yang bernama Kampung Bojong. Jauh
sebelum orang Belanda menemukan jalan ke Hindia Timur, orang Tionghoa telah
mengenal daerah tersebut. Awalnya hanya sebagai tempat transit
pedagang-pedagang Tionghoa yang datang dari Batavia (Jakarta) hendak berjualan
di Depok. Dalam catatan VOC nama Pondok Cina sudah ada dan juga sudah
disebut Cornelis Chastelein pendiri Depok dalam wasiatnya. Lambat laun,
pedagang-pedagang Tionghoa yang berdagang di daerah Depok menempati hutan
Pondok Cina dengan mendirikan pondok-pondok sederhana. Kala itu, tuan tanah
Kampung Bojong (nama awal Pondok Cina) yang kebetulan juga orang Tionghoa, tak
berkeberatan untuk dibuat pondok-pondok. Sejak itu orang mulai menyebut wilayah
tersebut Pondok Cina dan pada tahun 1918 perkampungan tersebut resmi dinamakan
Kampung Pondok Cina menggantikan Kampung Bojong. {Sumber :http://poestahadepok.blogspot.com/2012/08/rumah-tua-pondok-cina-di-depok.html}
Kusen Pintu ini masih asli dan belum pernah di ganti sejak berdirinya |
Sejarah lain menceritakan : Keberadaan
warga Tionghoa di Pondok Cina, yang berubah nama dari Kampung Bojong pada 1918,
sangat strategis. Apalagi Cornelis Chasteleine (Amsterdam, 10 Agustus 1657–28
Juni 1714, Depok) dengan 150 budak belian dari sejumlah suku di Indonesia
(belakangan diberi 12 marga: Bacas, Jonathan, Samuel, Loen, Soedira, Laurens,
Isakh, Jacob, Tholens, Joseph, Leander, dan Zadokh), membutuhkan sirkulasi
kebutuhan bahan pangan hari-hari, yang tersedia di Pasar Cimanggis, Pasar
Cisalak, dan Pasar Lama (kini Jalan Dewi Sartika, Pancoranmas).
lantai keramik yang masih orisinal terlihat utuh |
Terpusatnya warga Tionghoa di Pondok
Cina, seperti diungkap Lilie Suratminto dalam "Depok dari Masa Prakolonial
ke Masa Kolonial", lantaran testamennya Cornelis Chasteleine. Di antaranya
warga Cina hanya diperbolehkan berdagang pagi hingga sore di Depok sedangkan
untuk bermukim tidak diperbolehkan lantaran memiliki kebiasaan kurang baik. {Sumber
: http://kelurahanpocin.blogspot.com/2013/10/gedung-tua-di-pondok-cina.html}
Rumah Pondok Cina
ini di bangun sekitar abad 17, mempunyai 3 pintu yang masing-masing mempunyai
filososi tersendiri, di mulai dari kanan pintu pertama yang mempunyai arti "kelahiran",
pintu kedua atau tengah mempunyai arti "perkawinan", dan yang
terakhir atau pintu ketiga yang mempunyai arti "kematian", demikian
falsafah orang cina dalam memaknai sebuah pintu.
lambang 8 penjuru mata angin atau kompas |
Ubin keramik lantai
yang terdapat di Rumah Pondok Cina ini masih terlihat bagus, gambar yang
tercetak pada keramik melambangkan arti 8 penjuru mata angin atau kompas dan
berhiaskan " sulur daun akantus" yang merupakan lambang
keabadian karena selalu hijau, di musim dingin sekalipun,
serta "pilar dorian" yang masih berdiri kokoh yang melambangkan
kewibaan.
sulur daun akantus lambang keabadian karena selalu hijau, di musim dingin sekalipun |
Di belakang Rumah
Pondok Cina ini sebenarnya terdapat area pemakaman, akan tetapi karena ada
pembangunan hotel di kawasan ini, kami para peserta tour tidak dapat berkunjung
untuk melihatnya.
RUMAH CIMANGGIS
halaman depan Rumah Cimanggis |
Rumah Cimanggis
terletak di Jalan Raya Bogor KM 34 yang merupakan salah satu penggalan Jalan
Raya Pos (Grote Postweg) sepanjang
1.000 KM yang dibangun pada masa pemerintahan Herman Willem Deandels. Adolf
heuken dalam bukunya yang berjudul "Tempat-tempat Bersejarah di
Jakarta" menuliskan bahwa Rumah Cimanggis dibangun oleh David J. Smith
antara 1775 sampai tahun 1778.
pilar yang berada disisi luar mulai agak miring terdesak oleh akar pepohanan |
Pemiliknya adalah janda kaya dari Gubernur
Jenderal van der Parra. Setelah wanita ini meninggal pada tahun 1787, Smith
mewarisi rumah berserta perkebunan luas di sekitarnya. Smith melepaskan rumah
dan tanah perkebunannya akibat spekulasi keuangan yang menyebabkan ia bangkrut.
Setelah berganti kepemilikan Rumah Cimanggis pernah mengalami kerukan parah
ketika terjadi gempa bumi dahsyat pada tahun 1834. Gempa bumi tersebut merusak
Rumah Pondok Cina di Depok serta Istana gubernur Jendral di Buitenzorg. {Sumber
: Sinopsis Jelajah Depok –
Dulu dan Kini Tour Satu, 7 Juni 2012, Love Our Heritage}.
atap Rumah Cimanggis yang mulai runtuh |
Salah
satu peninggalan jejak masa lalu Cimanggis adalah rumah
peristirahatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, yang terletak di
kompleks pemancar RRI. Rumah besar ini pernah menjadi tempat peristirahatan
yang terkenal karena keindahannya. Rumah Cimanggis, begitu orang sering menyebutnya, dibangun
antara tahun 1775 dan 1778 oleh David J. Smith. Semula rumah peristirahatan ini berupa
bangunan sederhana.
Bangunan ini milik janda Gubernur Jenderal Hindia Belanda van der Parra. Ketika sang janda meninggal tahun 1787, Smith mewarisinya lengkap dengan seluruh perabotan maupun hewan peliharaannya. {Sumber : http://nuansadepok.blogspot.com/ 2013/11/ cimanggis.html}
kondisinya dipenuhi tamanan liar |
Bangunan ini milik janda Gubernur Jenderal Hindia Belanda van der Parra. Ketika sang janda meninggal tahun 1787, Smith mewarisinya lengkap dengan seluruh perabotan maupun hewan peliharaannya. {Sumber : http://nuansadepok.blogspot.com/ 2013/11/ cimanggis.html}
lumayan masih bisa narsis di sisa-sisa reruntuhan bangunan |
Rumah Cimanggis ini jikalau masih berdiri utuh pada saat ini pasti akan terlihat
sangat megah dan mewah, hal ini dapat
terlihat dari beberapa tiang-tiang besar menopang atapnya yang kokoh, pintu dan jendelanya yang besar dan lebar dengan ukiran
yang indah di bidang angin-angin, arsitektur klasik bangunan Eropa pada
zamannya.
Sayang
bangunan yang indah itu tinggal reruntuhan yang tak terawat serta berserakan
puing-puing genting dari atap yang sudah mulai roboh terkikis cuaca, tanaman
liar tumbuh di dalam bangunan dan akarnya merusak merusak ubin tanpa perawatan.
Saat saya berada didalamnya sedikit bisa merasakan atmosfir betapa indahnya
bangunan itu di jamannya, yang lumayan bisa membuat bulu kuduk berdiri alias
merinding.........
Saya rasa saat ini yang menghuni dari Rumah Cimanggis ini adalah para genderowo, kuntilanak, pocong, wewe gombel, kolor ijo, memedi, hantu dan pra kroni-kroninya..hihihihihihi.....
ciri khas bangunan Eropa pintu lebar dan tinggi serta ukiran pada angin-angin |
@Kondisi Rumah Cimanggis saat ini :
JEMBATAN PANUS
Tour masih terus
berjalan kali ini di persinggahan
"Jembatan Panus" keistimewaan dari jembatan ini ini adalah : Jembatan
Gaek Penjaga Jakarta jembatan tua yang kini dikenal dengan nama :Jembatan
Panus" dibangun pada tahun 1917 oleh seorang insinyur bernama Andre
Laurens.
Julukan Jembatan Panus diberikan berdasarkan nama Stevanus Leander,
seorang warga yang tinggal di samping jembatan tersebut. Namun untuk kemudahan
lafal, nama itu disingkat menjadi "Panus".
sungai yang melintas antara Depko menuju Batavia |
Di masa lalu, jembatan ini
merupakan satu-satunya jembatan penghubung antara Depok dengan Buitenzorg dan
ke Batavia.
salah satu kaki jembatan itu digunakan sebagai tiang ukur memantau ketinggian air untuk mewaspadai banjir di musim penghujan
Kini, karena kondisinya yang kian rapuh, jembatan lama tersebut
digantikan fungsinya dengan yang baru, dan sang "kakek" yang banyak
jasanya dialihkan fungsinya menjadi jembatan penghubung ke sebuah komples
perumahan yang jarang dilalui kendaraan berat.
Yang menarik, salah satu kaki
jembatan itu digunakan sebagai tiang ukur memantau ketinggian air untuk mewaspadai
banjir di musim penghujan, khususnya bagi kepentingan warga Jakarta. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial
& Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans}
@Kondisi Jembatan Panus saat ini :
@Kondisi Jembatan Panus saat ini :
DE EERSTE KERK (GEREJA GPIB IMMANUEL)
Adalah Gereja GPIB
Immanuel Depok adalah gereja yang tertua di Depok. Gereja ini dibangun beberapa
tahun setelah kedatangan Cornelis Chastelein dan para pekerjanya di Depok. Pada
mulanya, gereja ini dibangun secara sederhana, terbuat dari kayu dan bambu.
Prasasti Pendirian |
Pernah mengalami pelapukan sehingga direnovasi pada tahun 1715 dan 1792. Pada
tahun 1834 sebuah gempa besar meruntuhkan seluruh bangunan gereja. Pembangunnya
kembali pada tahun 1854.
Prasasti sesudah renovasi |
Pemugaran besar-besaran atas Gereja GPIB Immanuel
Depok dilakukan pada tahun 1998, yang mengubah sebagian besar struktur keaslian
bangunan utama. Adanya sentuhan-sentuhan arsitek modern mengakibatkan ciri
keaslian bangunan lama sudah tidak lerlihat lagi. {Sumber : Sinopsis Jelajah Depok –
Dulu dan Kini Tour Satu, 7 Juni 2012, Love Our Heritage}.
Pendeta sedang menerangkan sejarah Gereja Immanuel |
Dahulu di lapangan
samping gereja berdiri sebuah rangka besi tempat tergantungnya lonceng gereja
yang diletakkan setinggi limameter. Lonceng ini merupakan sumbangan dari
perkumpulan wanita Lidya pada saat peringatan Cornelis Chastelein yang ke 216
pada tanggal 28 Juni 1930.
Beberapa foto lama menunjukkan bahwa selama belum ada bangunan sekolah, lapangan di samping gereja ini selalu digunakan oleh para peserta sidi untu berfoto bersama. Sekarang, lonceng itu telah ditempatkan di dalam kanopi menara gereja.
ruangan dalam Gereja Immanuel Depok
|
Beberapa foto lama menunjukkan bahwa selama belum ada bangunan sekolah, lapangan di samping gereja ini selalu digunakan oleh para peserta sidi untu berfoto bersama. Sekarang, lonceng itu telah ditempatkan di dalam kanopi menara gereja.
pose wajib hukumnya...... |
Pada masa pelayanan
Pendeta G.J.H. Lantu Mth., di setiap pintu samping gereja dibubuhkan ukiran
nama-nama ke -12 kaum keluarga warga
Depok. Tujuannya bukan dimaksudkan untuk menjadikannya eksklusif dan tertutup
kalau ngga narsiiiis..... bisa ngga pulas tidurnya......... |
bagi warga kristiani lainnya, melainkan hanya sebagai sebuah peringatan akan
Jemaat Masehi Pertama di Depok. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat
Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans}
GEDUNG YAYASAN LEMBAGA CORNELIS CHASTELEIN
Gedung YLCC
terletak di Jalan Pemuda No. 72 RT.02 RW.08 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran
Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, atau tepatnya berada satu areal dengan
SMP Kasih. Lokasi ini berdekatan dengan GPIB Jemaat Immanuel Depok.
Dulu, gedung
YLCC ini merupakan bangunan yang diperuntukkan bagi pastor dan pembantunya (pastorij)
yang melayani di Gereja Jemaat Masehi Depok (kini GPIB Jemaat Immanuel Depok). Gedung tersebut dibangun oleh
Cornelis Chastelein hampir beriringan dengan pembangunan gereja tersebut,
sekitar abad 18.
Bangunan
gedung YLCC ini berarsitektur kolonial Belanda dengan konstruksi kayunya
terbuat dari jenis kayu nangka (artocarpus integra) dan atapnya semula
menggunakan genteng buatan pabrik genteng asli depok, yaituAakdewerkfabriek.
Bila
ditelusuri, bangunan gedung ini lebih tua ketimbang usia YLCC.
Yayasan ini didirikan pada tahun 1952 untuk mengenang jasa-jasa Cornelis
Chastelein terhadap leluhur masyarakat Depok. Berdasarkan pesan Cornelis
Chastelein yang dikeluarkan di Batavia pada 13 Maret 1714: “… Mijne
uyterste wille en intentie strijdende, die is om daar een fraaie christen
bevolkinge mettertijt van te doen groeyen.” (… Kehendakoe ijaitoe
sopaja atas tanah-tanah itoe timboel soewatoe perhimpoenan masehi jang indah).
Dilanjutkan dengan “De twaalf familienamen afstammelingen van de
vrijgestelde lijfeigenen van Cornelis Chastelein” (Dua belas nama keluarga
keturunan para budak yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein), yaitu: Bacas,
Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira,
Tholense, dan Zadokh.
Keduabelas
nama tersebut merupakan cikal bakal marga kaum Depok yang menjadi leluhur
masyarakat Depok, dan mewarisi sejumlah tanah perkebunan milik tuannya, yaitu
Cornelis Chastelein sesuai surat wasiatnya. Akan tetapi, tanah partikelir
tinggalan Chastelein ini kena imbas nasionalisasi ketika Indonesia merdeka.
YLCC ini
bertugas mengkoordinasikan keduabelas marga tersebut untuk merawat aset-aset
tanah yang bersifat kommunal bezit dan eigendom,
atau milik bersama masyarakat Depok berupa tanah pemakaman, lapangan sepak
bola, sekolah, rumah sakit, gedung pertemuan, tempat ibadah yang merupakan
warisan Cornelis Chastelein serta merawat bukti-bukti peninggalan sejarah.
penyerahan tanda mata kepada Pengurus YLCC |
Sedangkan, mereka yang memilih tinggal di Belanda juga mendirikan sebuah
paguyuban yang diberi nama De Dodol, singkatan dari Depok
Ondervindt Doolopend Onze Liefd, artinya Depok membuat cinta kami tetap.
{Sumber :http://kekunaan.blogspot.com/2014/05/gedung-ylcc.html}
Setelah
Kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan Ordonantie Van 21 September 1948.
S48 – 224 (IWG 22 September 1948), peraturan mengenai tanah likuidasi dan tanah
partikelir pemerintah Hindia – Belanda, menjadi peraturan pada pemerintah
Republik Indonesia.
Tahun
1951, berdasarkan SK Mendagri RI No. Agr/4/40 tgl. 20 Juni 1951
dilaksanakan Pelepasan Hak partikelir Depok sesuai Akte No. 8 tanggal 4 Agustus
1952 Notaris R.M. Soerojo, dimana pemerintah RI membayar sebesar Rp.
229.261.26.
Tahun 1952, untuk menerima pembayaran atas pelepasan Hak atas tanah tersebut. Maka “Gimeente Bestuur” yang merupakan representasi “kaoem Depok” membentuk : “LEMBAGA CORENELIS CHASTELEIN (LCC) dengan Akte No. 10 tanggal 4 Agustus 1952 Notaris R.M. Soerojo.
Tahun 1952, untuk menerima pembayaran atas pelepasan Hak atas tanah tersebut. Maka “Gimeente Bestuur” yang merupakan representasi “kaoem Depok” membentuk : “LEMBAGA CORENELIS CHASTELEIN (LCC) dengan Akte No. 10 tanggal 4 Agustus 1952 Notaris R.M. Soerojo.
Menunjuk
UU No. 8/1985 dan UU No. 18/1986 tentang azas Tunggal Pncasila sebagai azas
organisasi kemasyarakatan, maka LEMBAGA CORNELIS CHASTELEIN (LCC) diubah
menjadi YAYASAN LEMBAGA CORNELIS CHASTELEIN (YLCC) dengan Akte No. 1 tanggal 5
April 1993 Notaris Soekaini, SH.
Menunjuk
UU yayasan No. 16/2001 tanggal 6 Oktober 2004, maka struktur YLCC disesuaikan
dengan Akte No. 457 tanggal 11 September 2008 Notaris Hosiana Caeseria
Mandiangan, SH. dan SK Dep. Hukum dan HAM Republik Indonesia, Dir. Jen – Adm.
Hukum Umum No. AHU. AH.01.08-671 tanggal 8 Oktober 2008.
Sejak
tahun 1952 setelah pengembalian tanah, gedung oleh pemerintah kepada kaum
Depok, YLCC bertanggung jawab penuh mengelola aset-aset kaum Depok yang ada. {Sumber
: http://chastelein-ylccdepok.org/index.php/about-us/background}
Di gedung YLCC ini
para peserta tour dipersiapkan hidangan makan siang secara prasmanan dengan sajian beberapa menu ala masakan Belanda, antara lain :
Huzaren Sla alias Salad Belanda |
Perkedel Bakar....eunakeee polllll......bikin nagih |
Macaroni Schotel....mak nyossss pisan euy..... |
ada Sambel Pete.......super nyosssssss |
tak ketinggalan Tahu & Tempe |
Sup Sayuran Sehat |
Semangka Merah nan manissss...... |
RUMAH PRESIDEN DEPOK
Setelah urusan "kampung tengah" beres dan beristirahat sejenak dari teriknya panas yang tidak bersahabat pada siang itu, jelajah masih terus akan berlanjut kali ini menuju Rumah Presiden Depok.
Dibangun sekitar abad 18, masih berdiri dan terawat dengan baik, saat saya berkunjung di tempat ini saya berjumpa dengan Oma Yotie dan anak dan menantu, kami para paserta tour diijinkan untuk melihat-lihat kedalam rumah dengan segala kondisinya yang ada. Dan yang menjadi pewaris atas rumah ini adalah Opa Yotty Jonathans almarhum beliau putera G. Jonathans Presiden Depok. Semasa hidupnya Opa Yotty hanya mempunyai 2 anak.
kondisi rumah Presiden Depok kini masih terawat
|
Dibangun sekitar abad 18, masih berdiri dan terawat dengan baik, saat saya berkunjung di tempat ini saya berjumpa dengan Oma Yotie dan anak dan menantu, kami para paserta tour diijinkan untuk melihat-lihat kedalam rumah dengan segala kondisinya yang ada. Dan yang menjadi pewaris atas rumah ini adalah Opa Yotty Jonathans almarhum beliau putera G. Jonathans Presiden Depok. Semasa hidupnya Opa Yotty hanya mempunyai 2 anak.
berasal dari Marga Jonathans |
Opa Yotty Jonathans adalah putera G.
Jonathans Presiden Depok yang memimpingemeente bestuur (pemerintahan sipil) dengan daerah
teritori khusus di Depok. Gemeente bestuur dibentuk pada 1872 oleh para
ahli waris Chastelein yaitu para pekerjanya yang telah dimerdekakan guna
membentuk tatanan awal pemerintahan sipil di Depok dalam organisasi
kepemimpinan berciri republik.
Negara Depok dengan otonomi sendiri ini bahkan diakui oleh pemerintah Hindia Belanda di masa itu. G. Jonathans adalah Presiden Republik Depok yang terakhir karena pada 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh tanah partikelir Depok (kecuali gereja, sekolah, balai pertemuan dan pemakaman) menjadi hak pemerintah dengan memberikan uang ganti rugi sebesar Rp 229.261,26.
Opa Yotty Putra Presiden Depok |
Negara Depok dengan otonomi sendiri ini bahkan diakui oleh pemerintah Hindia Belanda di masa itu. G. Jonathans adalah Presiden Republik Depok yang terakhir karena pada 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh tanah partikelir Depok (kecuali gereja, sekolah, balai pertemuan dan pemakaman) menjadi hak pemerintah dengan memberikan uang ganti rugi sebesar Rp 229.261,26.
tea set masih terawat dengan sangat baik berikut meja marmer |
Cornelis Chastelein menjejakkan kaki di
Depok pada 10 Agustus 1657 dan mulai membangun daerah tersebut bersama pekerja
yang dibawanya dan berasal dari berbagai wilayah di nusantara seperti Bali,
Borneo, Makassar, Maluku, Ternate, Kei, Pulau Rote dan Batavia. Mereka
terdiri dari 12 (dua belas) marga yaitu Jonathans, Laurens, Bacas, Loen,
Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob dan Zadokh.
ciri khas bangunan Belanda dengan pintu yang tinggi |
Sepeninggal Chastelein para pekerja ini
mendapatkan pembebasan dan hak waris atas seluruh tanah, bangunan, alat
pertanian dan harta Chastelein lainnya berdasarkan surat wasiat yang dituliskan
oleh Chastelein pada 13 Maret 1714. Chastelein mengajarkan mereka agama Kristen
sesuai dengan amanat dari ayahnya dan mendirikan Gereja Jemaat Masehi pada 1714
(sekarang GPIB Immanuel Depok) untuk tempat beribadah. Chastelein juga berpesan
agar proses pembagian warisan dilakukan secara adil dan bijaksana seperti yang
tertuang dalam kutipan terjemahan wasiatnya berikut :
“… MAKA hoetan
jang laen jang disabelah timoer soengei Karoekoet sampai pada soengei besar,
anakkoe Anthony Chasteleyn tijada boleh ganggoe sebab hoetan itoe misti tinggal
akan goenanya boedak-boedak itoe mardaheka, dan djoega mareka itoe dan
toeroen-temoeroennja tijada sekali-sekali boleh potong ataoe memberi izin akan
potong kajoe dari hoetan itoe boewat penggilingan teboe… dan mareka itoe tijada
boleh bikin soewatoe apa djoega jang boleh djadi meroesakkan hoetan itoe dan
kasoekaran boeat toeroen-temoeroennja,…”
Chastelein meninggal pada 26 Juni 1714,
tanggal kematiannya kemudian diperingati sebagai hari kemerdekaan dari
perbudakan bagi kaum pekerja Chastelein. Ke-12 marga pekerja ini pun diabadikan
di pintu GPIB Immanuel Depok.
Jauh dari keriuhan dan
kemegahan, Opa Yotty hidup dalam kesederhanaan bersama anak cucunya di rumahnya
di kawasan Depok Lama. Rumah sederhana tempat dimana ayahnya, mantan mendiang
Presiden Republik Depok juga pernah menetap dan memimpin Negara Depok.
Rumah
yang berdiri di depan Gemeente
Bestuur van Depok (dulu
kantor pemerintahan Depok) itu menyimpan banyak cerita. Beliau pun pergi dalam
kesederhanaan tanpa jamahan media. {Sumber :http://sosok.kompasiana.com/2011/03/29/opa-yotty-pergi-dalam-kesederhanaan-anak-presiden-350451.html}
Letaknya persis
bersebrangan dengan Rumah Presiden Depok, Gemeente Bestuur sendiri saat ini
telah menjadi Rumah Sakit Harapan Depok dan merupakan Rumah Sakit tertua di
Kota Depok.
Berdasarkan
catatan sejarah, pada abad ke-18 ada seorang Belanda bernama Cornelis
Chastelein yang menjadi tuan tanah di Depok, Lenteng Agung, Pasar Minggu hingga
kawasan Gambir di Jakarta. Kisahnya bermula ketika pada 24 Januari 1674,
Cornelis Chastelein yang masih berumur 17 tahun, berlayar ke Hindia Belanda. Di
Hindia Belanda, ia bekerja sebagai boekhouder bij de kamer van
zeventien atau pemegang buku di kantor Dewan Pengurus VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie). Pada tahun 1680, ia menikah dengan seorang wanita Belanda,
Chatarina van Quaalbergh. Sejak itu pangkatnya di VOC naik terus, sehingga
membuat ia menjadi orang kaya.
Akan
tetapi karena terjadi selisih paham dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda,
Willem van Outhorn, pada tahun 1692, Cornelis Chastelein mengundurkan diri dari
VOC. Setelah mengundurkan diri dari VOC, ia mulai berwiraswasta. Pada tanggal 1
Mei 1696, Cornelis Chastelein membeli lagi lima persil tanah (1,244 hektar) di
sekitar Depok, yang meliputi desa Pitara, Kampung Sengon, Kampung Parung
Blimbing, dari seorang tuan tanah Tionghoa yang bernama Tio Tiong Ko.
narsiiisss.......... dulu sayang kalau dilewatkan |
Tanah yang dibelinya itu digunakan untuk membuka usaha pertanian, peternakan maupun perkebunan. Tanah yang dibelinya itu merupakan Tanah Partikelir yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok). Untuk mewujudkan usahanya tersebut, Cornelis Chastelein berusaha mendatangkan 150 orang budak yang dibeli dari raja-raja di Bali, Sulawesi Selatan, Timor, Nusa Tenggara Timur dan wilayah timur lainnya di Hindia Belanda. Namun, para budak yang menjadi pekerjanya kemudian hari pada tahun 1715 dimerdekakan dengan memakai baptis kristiani ke dalam 12 marga: Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel dan Zadokh.
Tanah
Partieklir yang dikelola oleh Cornelis Chastelein ini ternyata diakui oleh
Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan menyetujui menjadi daerah otonomi atau
teritori khusus dengan membentuk pemerintahan sipil sendiri (gemeente bestuur).
Gemeente bestuur dibentuk pada tahun 1872 oleh “pewaris” Chastelein, yaitu para pekerjanya yang telah dimerdekakan guna membentuk tatanan awal pemerintahan sipil di Depok dalam organisasi bercorak republik.
Gedung Gemeente Depok
(kota praja) dibangun di Jalan Pemuda No. 10 Kelurahan Depok, Kecamatan
Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Tempat yang menjadi pusat
pemerintahan Kota Depok di masa lampau ini sekarang menjadi Rumah Sakit Harapan
Depok. Kawasan ini dulunya dikenal dengan Kerkstraat, lantaran bangunan
pertama yang menghuni jalan tersebut adalah kapel yang di kemudian hari berubah
menjadi GPIB Jemaat Immanuel Depok.
Ketika
Indonesia sudah merdeka, pada tahun 1950 dilakukan pembubaran semua tanah
partikelir oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI),
termasukGemeente Depok. Setelah itu, pemerintah menyerahkan kembali sebagian
tanah partikelir yang dianggap sebagai Kommunal bezit dan Eigendom, atau milik
bersama, masyarakat Depok. Termasuk di dalamnya tanah yang dimiliki secara
pribadi oleh masing-masing ke-12 kaum keluarga masyarakat Depok.
Menilik
dari nilai historis yang dikandungnya, gedung kotapraja Depok sudah selayaknya
menjadi bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan di Kota Depok. {Sumber : http://kekunaan.blogspot.com/2014/05/gemeente-bestuur-depok.html}
KERKHOF (MAKAM 12 KAUM KELUARGA MASYARAKAT DEPOK) VOETBAL VELD
dalam area pemakaman |
Dalam pemakaman
tersebut terdapat makam tua milik Adolf van der Capellen. Jasad seorang kerabat
dari Gubernur Jenderal van der Capellen yang meninggal dunia pada tanggal 6
April 1888 ini tersimpan di dalam sebuah tombe (bangunan makam).
Umumnya, tombe dibuat dengan kedalaman lebih kurang 2 1/2 meter dengan lebar kira-kira 3X 3 meter. Tombe dapat memuat 10-5 peti yang ditumpuk dalam tiga deretan.
kondisi kerkhof saat ini |
Umumnya, tombe dibuat dengan kedalaman lebih kurang 2 1/2 meter dengan lebar kira-kira 3X 3 meter. Tombe dapat memuat 10-5 peti yang ditumpuk dalam tiga deretan.
ciri khas kerkhof berbentuk stupa |
Dipemakaman ini terdapat
juga makam dalam bentuk Stupa milik Hulpprediker (pendeta pembantu) C. De Graaf.
Pendiri Rumah Sakit Cikini ini meninggal di Depok pada tanggal 31 Desember
1905. Makam istrinya, yang meninggal pada 14 September 1929, kemudian
dipindahkan dari tempat lain ke pemakaman Depok ini. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial
& Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans}
Stupa yang terdapat dalam kerkhof |
salah satu makam dari keturan marga yang ada di kerkhof |
Disebrang Kerkhof
Voetbal Veld ini terdapat lapangan sepak bola, yang dahulu kala pernah
mengharumkan Kota Depok dan meraih prestasi di bidang orah raga di masa lalu.
Acara Jelajah Depok Dulu
dan Kini, harus berakhir......ini salah tour terkeren
yang pernah saya ikuti karena mendapatkan
Sponsor dari Margo City (Group Jarum), Kompas.com dan Hotel Santika Depok.......
Kalau biasanya warteg menjadi tempat persinggahan untuk urusan "kampung tengah",
pada saat saya trip "ngegembel" dengan komunitas yang lain.......
tetapi kali ini Hotel Santika Depok yang mengurusnya ..........yuuuuhuuuuuuu, untuk menikmati
aneka hidangan di Angkringan Santika secara gratis.
Angkringan Santika berada
di lobi lantai satu sungguh mantaaabbbbb......, dan yang menjadi seru
serta membahagiakan kami para peserta tour di ijinkan naik ke lantai 27 untuk melihat
suasana Kota Depok dari atas gedung hotel....sungguh kesempatan langka bisa
pose narsiisssss.........
Angkringan Hotel Santika Depok siap buat di serbuuuuuu....... |
siap untuk di santap..... |
hidangan pembuka dan penutup, gurih dan manis..... |
menunya Nasi Kucing komplitttt........ |
sambel kecap yang mengoda....... |
suasana Depok dari lantai 27 Hotel Santika |
wuiihhhhhhh....serasa terbang ouy......... |
sayang buat dilewatkan kalau ngga narsis di sini....yuhuuuu........ |
Komunitas ini juga mempunyai sebuah Group Angklung yang bernama "Gita Rumba", saya sempat bergabung dan berlatih serta pernah pentas di hadapan umum, tetapi untuk sementara saya "melarikan diri" heheheheheh.......... dalam waktu yang tidak tahu kapan bisa bergabung lagi........ini bukan tour saya yang pertama bersama Love Our Heritage, kali ini sangat berkesan dapat berwisata sejarah menjelajah Kawasan Depok Lama dan sekitarnya, seru banyak banget bertemu dengan orang-orang baru jadi pasti akan meninggalkan kengan dan cerita tersendiri selama dalam perjalanan. Dalam trip kali ini saya masih seperti biasa bersama dengan :
Raden Roro
Rurisa Chandra Awartawati Hartomo@ yang begitu bersemangat banget untuk ikutan
trip ini karena emang suka dengan yang hal yang unik-unik dan antik-antik, walaupun
awalnya sempet dilema buat ikutan trip ini......., dan hari itu terpaksa bolos gawe dari kantornya. Risa pula yang awalnya
mengenalkan Komunitas Love Our Heritage kepada saya, sebuah perkenalan dengan
cara yang sangat unik karena kita akan disambut dengan sebuah angklung untuk
dimainkan....jadinya seru kalau dikenang sampai sekarang saya tidak akan pernah
lupa.
Hari itu saat pulang saya melihatnya sedang
termenung dan terduduk merasa di salah satu sudut gerbong commuter line menuju
Stasiun Jatinegara, mungkin turut merasakan kesedihan dan duka yang mendalam.....,
mungkin penyebabnya adalah salah satu petinggi penting banget dalam wilayah kerjanya
sedang raib tanpa kabar berita hingga kini......turut pritahin ya Nyai........
Linda Evan@.......ini trip
kedua saya bisa barengan dengan Mba Linda setelah Trip Ujung Kulon, serasa
nostalgia bisa ketemuan lagi, masih seperti yang dulu ngga terlalu banyak
cerita seperti saya, sangat menikmati trip selama dalam berlangsung, terus Mba
Linda ini juga termasuk orang peting di tempat gawenya, saking pentingnya
sering banget harus dinas ke luar kota untuk memberikan pengarahan atas
keputusan-keputusan baru yang yang di keluarkan oleh kantor pusat, sungguh
bikin iri kalau bisa sering dinas luar kota, karena pastinya punya kesempatan
untuk singgah di salah satu tempat wisata......Mba Linda kapan kita bisa trip
bare
ng lagi ya...????
Yano Jonathans@
Narasumber dan sekaligus Penulis Buku Potret Kehidupan Sosial & Budaya
Masyarakat Depok Tempo Doeloe, lahir di Bandung 4 Maret 1951. Beliau seorang
filatelis serta rajin menulis berbagai artikel sosial budaya. Beliau adalah
seorang keturunan dari 12 Marga di depok, yaitu Komunitas Depok awal yang
dibentuk oleh Cornelis Chastelein pada tahun 1714.
Moh. Ajie
Hadipriawan @ nama lengkapnya cukup di panggil Mas Ajie, salah satu
orang penting banget di Love Our Heritage, berkaca mata, hitam manis kulitnya, perawakannya
lumayan gendut...hihihihi, terus banyak banget ngemengnya....hehehehe secara seorang tour gaet
adalah salah satu profesinya, tuturnya ramah, baik tapi entah rajin menabung apa ngga ya......hehehehehe, senyumnya manis serta ramah dan
gampang akrab dengan siapa saja yang baru di kenalnya. Main angklung paling
jogo diantara semua anggota Gita Rumba, seneng bisa ketemuan lagi sama Mas
Adjie maklum sudah lama ngga jumpa, terakhir jumpa terakhir waktu ikutan Trip
Jelajah Banten Lama bersama dengan Komunitas Jelajah Budaya tahun lalu.
Putu Dinar@ menjadi salah
satu pengurus di Love Our Heritage, Putu panggilan akrabnya, berkata mata minus
dan berkulit putih, perawakannya sedang dan tomboy penampilannya, rambutnya
ikal panjang dan selalu di kepang, terus.......pembawaannya ceria dan
bersahabat, kalu dalam setiap kegiatan Putu ini orang yang paling rebet
menyiapkan segala sesuatu buat berjalannya acara, pokoknya gesit dan terlatih
serta terampil di segala suasana.
Margaretha
Fellicia Sances@ pembawaannya ceria dan riang, lucu orangnya dan ramah,
kulitnya putih dan cabie pipinya......bentuk bodynya bongsor ngga beda jauh
dengan saya...hehehehehe........ menjadi salah satu orang yang penting dan juga tersibuk di Love Our Heritage hari
itu.........karena mendapat tugas dadakan buat menerima kamera dari para
peserta untuk futu bareng-bareng ..........
Marcia Sabrina
Muskita@...adalah
seorang GM Secretary Hotel Santika Depok, senyumnya manis dan orangnya ramah
saat pertama kali saya menegurnya. Kulitnya
putih, perawakannya sedang dan langsing, rambutnya panjang sebahu, ini adalah
trip pertama yang di ikutinya saat saya tanya, sayangnya saya tidak berhasil
merayu Si Mba Marcia ini buat ngedapetin voucer menginap di Hotel Santika
Depok.....hehehehehe
Penutup@
Dan akhirnya trip Jelajah Depok Dulu & Kini harus berakhir pula, hari yang sangat membahagiakan buat saya, bertemu dengan orang-orang baru, bertambah lagi pengetahuan sejarah tentang Kota Depok, sangat di sayangkan memang karena kenyataan di lapangan peninggalan sejarah itu terbengkalai dan terabaikan tanpa status yang jela kondisinya. Buat Love Our Heritage terima kasih sudah membuat wisata sejarah, semoga di trip mendatang saya bisa bergabung lagi, nulis lagi, melihat sejarah baru lagi dan ketemu dengan orang-orang baru lagi......salam.
Penutup@
Dan akhirnya trip Jelajah Depok Dulu & Kini harus berakhir pula, hari yang sangat membahagiakan buat saya, bertemu dengan orang-orang baru, bertambah lagi pengetahuan sejarah tentang Kota Depok, sangat di sayangkan memang karena kenyataan di lapangan peninggalan sejarah itu terbengkalai dan terabaikan tanpa status yang jela kondisinya. Buat Love Our Heritage terima kasih sudah membuat wisata sejarah, semoga di trip mendatang saya bisa bergabung lagi, nulis lagi, melihat sejarah baru lagi dan ketemu dengan orang-orang baru lagi......salam.
Komentar
Posting Komentar