DEPOK CRUISEN VERLEDEN EN HEDEN MET LOVE OUR HERITAGE

WISATA SEJARAH DEPOK BERSAMA 
LOVE OUR HERITAGE


Para Peserta Tour Jelajah Depok Dulu & Kini 

Masih belum bisa bisa duduk jenak di rumah menikmati akhir pekan, kali ini memutuskan untuk ngetrip bersama komunitas yang sudah lama saya ikuti tapi agak sedikit terbengkalai.....hehehehe, namanya LOVE OUR HERITAGE (LOH), sudah agak lama saya menolak trip-trip yang ditawarkan karena belum cocok kondisinya.

dengan kereta menuju Stasiun Pondok Cina, tetep narsis dulu.......


Tanggal 7 Juni 2014 LOVE OUR HERITAGE mengadakan Wisata Sejarah kali ini mengangkat tema : Jelajah Depok Dulu dan Kini. Buat yang tinggal di wilayah JABODETABEK Depok pasti tidak asing, akan tetapi mungkin belum banyak yang tahu tentang Sejarah Depok di masa lampau, memutuskan mencolek Raden Roro Rurisa Chandra Amartawati Hartomo  untuk ikutan trip ini, ternyata Si Nyai kaga nolak walaupun sempet dilema.......dan dia mencolek pula Mba Linda Evans.........

Narsis dulu depan Margo City........sebelum jelajah


 Waktu yang ditentukan tiba sesuai dengan perjanjian semula bersekutu di Stasiun Sudirman menuju Stasiun Pondok Cina dengan menggunakan Commuter Line. Karena kami harus berkumpul pagi dan tour akan di mulai jam 08.30 Wib, jadinya saya harus berangkat negelebihi pagi berangkat gawe buat nguber kereta.......

Ayo Mba Linda Pose duluuuu....kapan lagi kalau ngga sekarang.......
                     
Sekitar jam 8.00 kami bertiga tiba di tujuan tempat bekumpul namanya : MARGO CITY, sebuah kawasan mall yang cukup gede di Kota Depok. Setelah registerasi dan pembagian snack serta para peserta komplit maka dimulailah Acara Jelajah Depok Dulu dan Kini, dengan kata sambutan dari panita Mas Adjie Hadipriawan, dan dua orang nara sumber Bapak Yano Jonathans dan Bapak Lilie Suratminto. Tour ini sesuai jadwal akan dimulai jadi jam 08.30 sampai dengan 05.00 Wib, dengan awal tour di mulai dari :

Piss....ikutan juga dong nampang di mare......yuhuuuuu

ASAL USUL NAMA DEPOK & SEJARAH DEPOK

Ada beberapa versi mengenai asal usul nama Depok, sebagai singkatan dari kepanjangan "De Eerste Protestantse organisatie van Krietenen" (Jemaat Kristen yang Pertama). Pemberian tersebut bersifat akronim yang muncul sekitar tahun 1950-an di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda.

Para Nara Sumber Jelajah Depok kali ini

Ungkapan "Belanda Depok" bagi orang Depok yang begitu populer di masyarakat awalnya merupakan olok-olokan di antara kaum muda anak sekolah yang memiliki kebiasaan saling olok di anatara mereka. Ini di karenakan kebiasaan orang Depok yang suka berbicara dalam Bahasa Belanda yang terdengar asing di telinga kawan-kawan lain. Akhirnya, olokan "Belanda Depok" menjadi olokan umum dan tersebar.


sebagian peserta yang hadir serius mendengarkan narasumber

Menurut Nara Sumber Bapak Yano Jonathans, mengisahkan bahwa : adalah Cornelis Chastelein adalah seorang pejabat Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang membeli lahan-lahan/tanah-tanah garapan dari Pemerintah Belanda, di kembangkan menjadi kawasan pertanian dan perkebunan antara lain kopi, lada, kelapa, bambu serta daerah persawahan.
Sebagai pejabat VOC Cornelis Chastelein tidak menerapkan sistem perbudakan atas para pekerjanya, bahkan dalam surat wasiat Cornelis Chastelein tertanggal 13 Maret 1714 tertulis bahwa setelah wafatnya lahan-lahan/tanah-tanah dimiliki oleh 150 orang budak kristen yang ada dan satu-satunya nama keluarga Depok yang ada hanyalah Soedira.  Pada umumnya budak-budak lain tidak memiliki nama keluarga/marga. Pada kurun waktu abad ke 19, ahli waris yang ada mulai menggunakan nama-nama depan mereka sebagai nama keluarga/marga. Pada kurun waktu berikutnya nama-nama tersebut terbentuk menjadi 12 nama keluarga/marga. Marga-marga yang terbentuk terdiri atas nama-nama : Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Leon, Samuel, Soedira, Tholense dan Zadokh.


jalan menuju Rumah Tua Pondok Cina

Hampir dapat dipastikan bahwa nama-nama orang depok asli dipergunakan sebagai nama keluarga, dan tidak dapat disangkal lagi bahwa ke 12 nama keluarga dapat dibuktikan sebagai orang Depok asli dan iapapun yang menggunakan nama tersebut adalah keturunan budak-budak kristen. Ke 12  nama keluarga yang menjadi cikal bakal bertumbuhnya komunitas Masyarakat Depok sekaligus merupakan para ahli waris Cornelis Chastelein dan pemilik tanah Depok yang ada sampai saat ini yang disebut Komunitas Orang Depok. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans dan Proposal 300 Tahun Jemaat Masehi Depok}



sisi depan samping Rumah Pondok Cina


RUMAH TUA PONDOK CINA


seandainya Rumah Pondok Cina masih utuh akan terlihat seperti dalam foto

Lokasi rumah tua ini terletak di dalam kawasan Mall Margo City dengan keadaan yang nyaris tak terlihat karena adanya terhimpit oleh adanya bangunan mall dan pembangunan hotel. Masih ada keaslian dari bangunan rumah ini yang kondisinya masih dapat kita lihat, tetapi entah samapi kapan itu dapat di pertahankan dengan adanya pembangunan yang ada, apakah akan disingkirkan entalah........



Banyak sumber sejarah yang menceritakan tentang keberadaan Rumah Tua Pondok Cina ini.


                                     3 pintu yang berada di Rumah Pondok Cina

Rumah Tua Pondok Cina dibangun pada 1841. Didirikan dan dimiliki seorang arsitek Belanda, tapi pada pertengahan abad ke-19 dibeli oleh saudagar Tionghoa, Lauw Tek Lock dan kemudian diwariskan kepada putranya bernama Kapitan Der Chineezen Lauw Tjeng Shiang. Di sekitar rumah tua ini terdapat perkebunan karet dan persawahan. Yang tinggal di daerah tersebut hanya lima keluarga yang semuanya orang keturunan Tionghoa.  Mereka ini selain berdagang ada juga yang bekerja sebagai petani di sawah sendiri serta bekerja di ladang kebun karet milik tuan tanah orang-orang Belanda.  Dalam perjalanan waktu, beberapa keluarga ada yang pindah ke tempat lain yang tidak diketahui apa alasannya sampai akhirnya hanya satu keluarga yang tersisa. Keluarga ini mendiami rumah tua yang kini situsnya masih dapat dilihat di Margo City.


Pintu Kedua yang melambangkan Perkawinan yuhuuuuuu.......


Pada jaman ‘doloe’ Pondok Cina hanyalah areal hutan dan perkebunan yang bernama Kampung Bojong.  Jauh sebelum orang Belanda menemukan jalan ke Hindia Timur, orang Tionghoa telah mengenal daerah tersebut. Awalnya hanya sebagai tempat transit pedagang-pedagang Tionghoa yang datang dari Batavia (Jakarta) hendak berjualan di Depok. Dalam catatan VOC nama Pondok Cina sudah ada dan juga sudah disebut Cornelis Chastelein pendiri Depok dalam wasiatnya. Lambat laun, pedagang-pedagang Tionghoa yang berdagang di daerah Depok menempati hutan Pondok Cina dengan mendirikan pondok-pondok sederhana. Kala itu, tuan tanah Kampung Bojong (nama awal Pondok Cina) yang kebetulan juga orang Tionghoa, tak berkeberatan untuk dibuat pondok-pondok. Sejak itu orang mulai menyebut wilayah tersebut Pondok Cina dan pada tahun 1918 perkampungan tersebut resmi dinamakan Kampung Pondok Cina menggantikan Kampung Bojong. {Sumber :http://poestahadepok.blogspot.com/2012/08/rumah-tua-pondok-cina-di-depok.html}



Kusen Pintu ini masih asli dan belum pernah di ganti sejak berdirinya



Sejarah lain menceritakan : Keberadaan warga Tionghoa di Pondok Cina, yang berubah nama dari Kampung Bojong pada 1918, sangat strategis. Apalagi Cornelis Chasteleine (Amsterdam, 10 Agustus 1657–28 Juni 1714, Depok) dengan 150 budak belian dari sejumlah suku di Indonesia (belakangan diberi 12 marga: Bacas, Jonathan, Samuel, Loen, Soedira, Laurens, Isakh, Jacob, Tholens, Joseph, Leander, dan Zadokh), membutuhkan sirkulasi kebutuhan bahan pangan hari-hari, yang tersedia di Pasar Cimanggis, Pasar Cisalak, dan Pasar Lama (kini Jalan Dewi Sartika, Pancoranmas).


lantai keramik yang masih  orisinal terlihat utuh 

Terpusatnya warga Tionghoa di Pondok Cina, seperti diungkap Lilie Suratminto dalam "Depok dari Masa Prakolonial ke Masa Kolonial", lantaran testamennya Cornelis Chasteleine. Di antaranya warga Cina hanya diperbolehkan berdagang pagi hingga sore di Depok sedangkan untuk bermukim tidak diperbolehkan lantaran memiliki kebiasaan kurang baik. {Sumber : http://kelurahanpocin.blogspot.com/2013/10/gedung-tua-di-pondok-cina.html}



Rumah Pondok Cina ini di bangun sekitar abad 17, mempunyai 3 pintu yang masing-masing mempunyai filososi tersendiri, di mulai dari kanan pintu pertama yang mempunyai arti "kelahiran", pintu kedua atau tengah mempunyai arti "perkawinan", dan yang terakhir atau pintu ketiga yang mempunyai arti "kematian", demikian falsafah orang cina dalam memaknai sebuah pintu.


lambang 8 penjuru mata angin atau kompas

Ubin keramik lantai yang terdapat di Rumah Pondok Cina ini masih terlihat bagus, gambar yang tercetak pada keramik melambangkan arti 8 penjuru mata angin atau kompas dan berhiaskan " sulur daun akantus"  yang merupakan lambang keabadian karena selalu hijau, di musim dingin sekalipun, serta "pilar dorian" yang masih berdiri kokoh yang melambangkan kewibaan.


sulur daun akantus lambang keabadian karena selalu hijau, di musim dingin sekalipun

Di belakang Rumah Pondok Cina ini sebenarnya terdapat area pemakaman, akan tetapi karena ada pembangunan hotel di kawasan ini, kami para peserta tour tidak dapat berkunjung untuk melihatnya.




 RUMAH CIMANGGIS


halaman depan Rumah Cimanggis

Rumah Cimanggis terletak di Jalan Raya Bogor KM 34 yang merupakan salah satu penggalan Jalan Raya Pos (Grote Postweg) sepanjang 1.000 KM yang dibangun pada masa pemerintahan Herman Willem Deandels. Adolf heuken dalam bukunya yang berjudul "Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta" menuliskan bahwa Rumah Cimanggis dibangun oleh David J. Smith antara 1775 sampai tahun 1778. 


pilar yang berada disisi luar mulai agak miring terdesak oleh akar pepohanan


Pemiliknya adalah janda kaya dari Gubernur Jenderal van der Parra. Setelah wanita ini meninggal pada tahun 1787, Smith mewarisi rumah berserta perkebunan luas di sekitarnya. Smith melepaskan rumah dan tanah perkebunannya akibat spekulasi keuangan yang menyebabkan ia bangkrut. Setelah berganti kepemilikan Rumah Cimanggis pernah mengalami kerukan parah ketika terjadi gempa bumi dahsyat pada tahun 1834. Gempa bumi tersebut merusak Rumah Pondok Cina di Depok serta Istana gubernur Jendral di Buitenzorg. {Sumber : Sinopsis Jelajah Depok – Dulu dan Kini Tour Satu, 7 Juni 2012, Love Our Heritage}.



atap Rumah Cimanggis yang mulai runtuh

Salah satu peninggalan jejak masa lalu  Cimanggis adalah rumah peristirahatan  Cimanggis,  Kota Depok, Jawa Barat, yang terletak di kompleks pemancar RRI. Rumah besar ini pernah menjadi tempat peristirahatan yang terkenal karena keindahannya. Rumah Cimanggis,  begitu orang sering menyebutnya, dibangun antara tahun 1775 dan 1778 oleh David J. Smith.  Semula rumah peristirahatan ini berupa bangunan sederhana. 


kondisinya dipenuhi tamanan liar

Bangunan ini milik janda Gubernur Jenderal Hindia Belanda van der Parra. Ketika sang janda meninggal tahun 1787,  Smith mewarisinya lengkap dengan seluruh perabotan maupun hewan peliharaannya. {Sumber : http://nuansadepok.blogspot.com/ 2013/11/ cimanggis.html}

lumayan masih bisa narsis di sisa-sisa reruntuhan bangunan

Rumah Cimanggis ini jikalau masih berdiri utuh pada saat ini pasti akan terlihat sangat megah  dan mewah, hal ini dapat terlihat dari beberapa tiang-tiang besar menopang atapnya yang  kokoh, pintu dan  jendelanya yang besar dan lebar dengan ukiran yang indah di bidang angin-angin, arsitektur klasik bangunan Eropa pada zamannya.




Sayang bangunan yang indah itu tinggal reruntuhan yang tak terawat serta berserakan puing-puing genting dari atap yang sudah mulai roboh terkikis cuaca, tanaman liar tumbuh di dalam bangunan dan akarnya merusak merusak ubin tanpa perawatan. Saat saya berada didalamnya sedikit bisa merasakan atmosfir betapa indahnya bangunan itu di jamannya, yang lumayan bisa membuat bulu kuduk berdiri alias merinding......... 



ciri khas bangunan Eropa pintu lebar dan tinggi serta ukiran pada angin-angin
Saya rasa saat ini yang menghuni dari Rumah Cimanggis ini adalah para genderowo, kuntilanak, pocong, wewe gombel, kolor ijo, memedi, hantu dan pra kroni-kroninya..hihihihihihi.....



@Kondisi Rumah Cimanggis saat ini :


















JEMBATAN PANUS




Tour masih terus berjalan kali ini  di persinggahan "Jembatan Panus" keistimewaan dari jembatan ini ini adalah : Jembatan Gaek Penjaga Jakarta jembatan tua yang kini dikenal dengan nama :Jembatan Panus" dibangun pada tahun 1917 oleh seorang insinyur bernama Andre Laurens. 

dulunya rumah ini adalah milik Stevanus Leander

Julukan Jembatan Panus diberikan berdasarkan nama Stevanus Leander, seorang warga yang tinggal di samping jembatan tersebut. Namun untuk kemudahan lafal, nama itu disingkat menjadi "Panus". 


sungai yang melintas antara Depko menuju Batavia

Di masa lalu, jembatan ini merupakan satu-satunya jembatan penghubung antara Depok dengan Buitenzorg dan ke Batavia. 


salah satu kaki jembatan itu digunakan sebagai tiang ukur memantau ketinggian air untuk mewaspadai banjir di musim penghujan

Kini, karena kondisinya yang kian rapuh, jembatan lama tersebut digantikan fungsinya dengan yang baru, dan sang "kakek" yang banyak jasanya dialihkan fungsinya menjadi jembatan penghubung ke sebuah komples perumahan yang jarang dilalui kendaraan berat. 




Yang menarik, salah satu kaki jembatan itu digunakan sebagai tiang ukur memantau ketinggian air untuk mewaspadai banjir di musim penghujan, khususnya bagi kepentingan warga Jakarta. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans}


@Kondisi Jembatan Panus saat ini :










DE EERSTE KERK (GEREJA GPIB IMMANUEL)


pintu masuk Gereja Immanuel

Adalah Gereja GPIB Immanuel Depok adalah gereja yang tertua di Depok. Gereja ini dibangun beberapa tahun setelah kedatangan Cornelis Chastelein dan para pekerjanya di Depok. Pada mulanya, gereja ini dibangun secara sederhana, terbuat dari kayu dan bambu.


Prasasti Pendirian


Pernah mengalami pelapukan sehingga direnovasi pada tahun 1715 dan 1792. Pada tahun 1834 sebuah gempa besar meruntuhkan seluruh bangunan gereja. Pembangunnya kembali pada tahun 1854. 


Prasasti sesudah renovasi


Pemugaran besar-besaran atas Gereja GPIB Immanuel Depok dilakukan pada tahun 1998, yang mengubah sebagian besar struktur keaslian bangunan utama. Adanya sentuhan-sentuhan arsitek modern mengakibatkan ciri keaslian bangunan lama sudah tidak lerlihat lagi. {Sumber : Sinopsis Jelajah Depok – Dulu dan Kini Tour Satu, 7 Juni 2012, Love Our Heritage}.


Pendeta sedang menerangkan sejarah Gereja Immanuel

Dahulu di lapangan samping gereja berdiri sebuah rangka besi tempat tergantungnya lonceng gereja yang diletakkan setinggi limameter. Lonceng ini merupakan sumbangan dari perkumpulan wanita Lidya pada saat peringatan Cornelis Chastelein yang ke 216 pada tanggal 28 Juni 1930. 



ruangan dalam Gereja Immanuel Depok

Beberapa foto lama menunjukkan bahwa selama belum ada bangunan sekolah, lapangan di samping gereja ini selalu digunakan oleh para peserta sidi untu berfoto bersama. Sekarang, lonceng itu telah ditempatkan di dalam kanopi menara gereja.


pose wajib hukumnya......

Pada masa pelayanan Pendeta G.J.H. Lantu Mth., di setiap pintu samping gereja dibubuhkan ukiran nama-nama ke -12 kaum keluarga  warga Depok. Tujuannya bukan dimaksudkan untuk menjadikannya eksklusif dan tertutup 

kalau ngga narsiiiis..... bisa ngga pulas tidurnya.........



bagi warga kristiani lainnya, melainkan hanya sebagai sebuah peringatan akan Jemaat Masehi Pertama di Depok. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans}

  




GEDUNG YAYASAN LEMBAGA CORNELIS CHASTELEIN


Gedung YLCC terletak di Jalan Pemuda No. 72 RT.02 RW.08 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, atau tepatnya berada satu areal dengan SMP Kasih. Lokasi ini berdekatan dengan GPIB Jemaat Immanuel Depok.




Dulu, gedung YLCC ini merupakan bangunan yang diperuntukkan bagi pastor dan pembantunya (pastorij) yang melayani di Gereja Jemaat Masehi Depok (kini GPIB Jemaat Immanuel Depok). Gedung tersebut dibangun oleh Cornelis Chastelein hampir beriringan dengan pembangunan gereja tersebut, sekitar abad 18.




Bangunan gedung YLCC ini berarsitektur kolonial Belanda dengan konstruksi kayunya terbuat dari jenis kayu nangka (artocarpus integra) dan atapnya semula menggunakan genteng buatan pabrik genteng asli depok, yaituAakdewerkfabriek.

Bila ditelusuri, bangunan gedung ini lebih tua ketimbang usia YLCC. Yayasan ini didirikan pada tahun 1952 untuk mengenang jasa-jasa Cornelis Chastelein terhadap leluhur masyarakat Depok. Berdasarkan pesan Cornelis Chastelein yang dikeluarkan di Batavia pada 13 Maret 1714: “… Mijne uyterste wille en intentie strijdende, die is om daar een fraaie christen bevolkinge mettertijt van te doen groeyen.” (… Kehendakoe ijaitoe sopaja atas tanah-tanah itoe timboel soewatoe perhimpoenan masehi jang indah). Dilanjutkan dengan “De twaalf familienamen afstammelingen van de vrijgestelde lijfeigenen van Cornelis Chastelein” (Dua belas nama keluarga keturunan para budak yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein), yaitu: Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh.




Keduabelas nama tersebut merupakan cikal bakal marga kaum Depok yang menjadi leluhur masyarakat Depok, dan mewarisi sejumlah tanah perkebunan milik tuannya, yaitu Cornelis Chastelein sesuai surat wasiatnya. Akan tetapi, tanah partikelir tinggalan Chastelein ini kena imbas nasionalisasi ketika Indonesia merdeka.



YLCC ini bertugas mengkoordinasikan keduabelas marga tersebut untuk merawat aset-aset tanah yang bersifat kommunal bezit dan eigendom, atau milik bersama masyarakat Depok berupa tanah pemakaman, lapangan sepak bola, sekolah, rumah sakit, gedung pertemuan, tempat ibadah yang merupakan warisan Cornelis Chastelein serta merawat bukti-bukti peninggalan sejarah. 

penyerahan tanda mata kepada Pengurus YLCC

Sedangkan, mereka yang memilih tinggal di Belanda juga mendirikan sebuah paguyuban yang diberi nama De Dodol, singkatan dari Depok Ondervindt Doolopend Onze Liefd, artinya Depok membuat cinta kami tetap.  {Sumber :http://kekunaan.blogspot.com/2014/05/gedung-ylcc.html}


LATAR BELAKANG BERDIRINYA YLCC




Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan Ordonantie Van 21 September 1948. S48 – 224 (IWG 22 September 1948), peraturan mengenai tanah likuidasi dan tanah partikelir pemerintah Hindia – Belanda, menjadi peraturan pada pemerintah Republik Indonesia.
Tahun 1951, berdasarkan SK Mendagri RI  No. Agr/4/40 tgl. 20 Juni 1951 dilaksanakan Pelepasan Hak partikelir Depok sesuai Akte No. 8 tanggal 4 Agustus 1952 Notaris R.M. Soerojo, dimana pemerintah RI membayar sebesar Rp. 229.261.26.
Tahun 1952, untuk menerima pembayaran atas pelepasan Hak atas tanah tersebut. Maka “Gimeente Bestuur” yang merupakan representasi “kaoem Depok” membentuk : “LEMBAGA CORENELIS CHASTELEIN (LCC) dengan Akte No. 10 tanggal 4 Agustus 1952 Notaris R.M. Soerojo.




Menunjuk UU No. 8/1985 dan UU No. 18/1986 tentang azas Tunggal Pncasila sebagai azas organisasi kemasyarakatan, maka LEMBAGA CORNELIS CHASTELEIN (LCC) diubah menjadi YAYASAN LEMBAGA CORNELIS CHASTELEIN (YLCC) dengan Akte No. 1 tanggal 5 April 1993 Notaris Soekaini, SH.
Menunjuk UU yayasan No. 16/2001 tanggal 6 Oktober 2004, maka struktur YLCC disesuaikan dengan Akte No. 457 tanggal 11 September 2008 Notaris Hosiana Caeseria Mandiangan, SH. dan SK Dep. Hukum dan HAM Republik Indonesia, Dir. Jen – Adm. Hukum Umum No. AHU. AH.01.08-671 tanggal 8 Oktober 2008.
Sejak tahun 1952 setelah pengembalian tanah, gedung oleh pemerintah kepada kaum Depok, YLCC bertanggung jawab penuh mengelola aset-aset kaum Depok yang ada. {Sumber : http://chastelein-ylccdepok.org/index.php/about-us/background}

Di gedung YLCC ini para peserta tour dipersiapkan hidangan makan siang secara prasmanan dengan sajian beberapa menu ala masakan Belanda, antara lain :


Huzaren Sla alias Salad Belanda





Perkedel Bakar....eunakeee polllll......bikin nagih



Macaroni Schotel....mak nyossss pisan euy.....





ada Sambel Pete.......super nyosssssss





tak ketinggalan Tahu & Tempe




Sup Sayuran Sehat





Semangka Merah nan manissss......



RUMAH PRESIDEN DEPOK

beranda rumah Presiden Depok

Setelah urusan "kampung tengah" beres dan beristirahat sejenak dari teriknya panas yang tidak bersahabat pada siang itu, jelajah masih terus akan berlanjut kali ini menuju Rumah Presiden Depok.



kondisi rumah Presiden Depok kini masih terawat

Dibangun sekitar abad 18, masih berdiri dan terawat dengan baik, saat saya berkunjung di tempat ini saya berjumpa dengan Oma Yotie dan anak dan menantu, kami para paserta tour diijinkan untuk melihat-lihat kedalam rumah dengan segala kondisinya yang ada. Dan yang menjadi pewaris atas rumah ini adalah Opa Yotty Jonathans almarhum beliau putera G. Jonathans Presiden Depok. Semasa hidupnya Opa Yotty hanya mempunyai 2 anak.

berasal dari Marga Jonathans



Opa Yotty Jonathans adalah putera G. Jonathans Presiden Depok yang memimpingemeente bestuur (pemerintahan sipil) dengan daerah teritori khusus di Depok.  Gemeente bestuur dibentuk pada 1872 oleh para ahli waris Chastelein yaitu para pekerjanya yang telah dimerdekakan guna membentuk tatanan awal pemerintahan sipil di Depok dalam organisasi kepemimpinan berciri republik. 


Opa Yotty Putra Presiden Depok

Negara Depok dengan otonomi sendiri ini bahkan diakui oleh pemerintah Hindia Belanda di masa itu. G. Jonathans adalah Presiden Republik Depok yang terakhir karena pada 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh tanah partikelir Depok (kecuali gereja, sekolah, balai pertemuan dan pemakaman) menjadi hak pemerintah dengan memberikan uang ganti rugi sebesar Rp 229.261,26.


tea set masih terawat dengan sangat baik berikut meja marmer

Cornelis Chastelein menjejakkan kaki di Depok pada 10 Agustus 1657 dan mulai membangun daerah tersebut bersama pekerja yang dibawanya dan berasal dari berbagai wilayah di nusantara seperti Bali, Borneo, Makassar, Maluku, Ternate, Kei, Pulau Rote dan Batavia.  Mereka terdiri dari 12 (dua belas) marga yaitu Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob dan Zadokh.


ciri khas bangunan Belanda dengan pintu yang tinggi

Sepeninggal Chastelein para pekerja ini mendapatkan pembebasan dan hak waris atas seluruh tanah, bangunan, alat pertanian dan harta Chastelein lainnya berdasarkan surat wasiat yang dituliskan oleh Chastelein pada 13 Maret 1714. Chastelein mengajarkan mereka agama Kristen sesuai dengan amanat dari ayahnya dan mendirikan Gereja Jemaat Masehi pada 1714 (sekarang GPIB Immanuel Depok) untuk tempat beribadah. Chastelein juga berpesan agar proses pembagian warisan dilakukan secara adil dan bijaksana seperti yang tertuang dalam kutipan terjemahan wasiatnya berikut :
“… MAKA hoetan jang laen jang disabelah timoer soengei Karoekoet sampai pada soengei besar, anakkoe Anthony Chasteleyn tijada boleh ganggoe sebab hoetan itoe misti tinggal akan goenanya boedak-boedak itoe mardaheka, dan djoega mareka itoe dan toeroen-temoeroennja tijada sekali-sekali boleh potong ataoe memberi izin akan potong kajoe dari hoetan itoe boewat penggilingan teboe… dan mareka itoe tijada boleh bikin soewatoe apa djoega jang boleh djadi meroesakkan hoetan itoe dan kasoekaran boeat toeroen-temoeroennja,…”

almari pakaian yang terbuat dari kayu masih terawat dengan baik
                   
Chastelein meninggal pada 26 Juni 1714, tanggal kematiannya kemudian diperingati sebagai hari kemerdekaan dari perbudakan bagi kaum pekerja Chastelein. Ke-12 marga pekerja ini pun diabadikan di pintu GPIB Immanuel Depok.


bersama Oma Yotty istri dari almarhum Opa Yotty, beliau ramah menyapa kami

Jauh dari keriuhan dan kemegahan, Opa Yotty hidup dalam kesederhanaan bersama anak cucunya di rumahnya di kawasan Depok Lama. Rumah sederhana tempat dimana ayahnya, mantan mendiang Presiden Republik Depok juga pernah menetap dan memimpin Negara Depok. 

keluarga  dari Opa Yotty, menantu, anak dan Oma Yotty

Rumah yang berdiri di depan Gemeente Bestuur van Depok (dulu kantor pemerintahan Depok) itu menyimpan banyak cerita. Beliau pun pergi dalam kesederhanaan tanpa jamahan media. {Sumber :http://sosok.kompasiana.com/2011/03/29/opa-yotty-pergi-dalam-kesederhanaan-anak-presiden-350451.html}


salah satu ruangan yang ada di rumah Presiden Depok dengan perabot yg masih asli


RUMAH SAKIT HARAPAN DEPOK (EX GEMEENTE BESTUUR )




Letaknya persis bersebrangan dengan Rumah Presiden Depok, Gemeente Bestuur sendiri saat ini telah menjadi Rumah Sakit Harapan Depok dan merupakan Rumah Sakit tertua di Kota Depok.
Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-18 ada seorang Belanda bernama Cornelis Chastelein yang menjadi tuan tanah di Depok, Lenteng Agung, Pasar Minggu hingga kawasan Gambir di Jakarta. Kisahnya bermula ketika pada 24 Januari 1674, Cornelis Chastelein yang masih berumur 17 tahun, berlayar ke Hindia Belanda. Di Hindia Belanda, ia bekerja sebagai boekhouder bij de kamer van zeventien atau pemegang buku di kantor Dewan Pengurus VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Pada tahun 1680, ia menikah dengan seorang wanita Belanda, Chatarina van Quaalbergh. Sejak itu pangkatnya di VOC naik terus, sehingga membuat ia menjadi orang kaya.





Akan tetapi karena terjadi selisih paham dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Willem van Outhorn, pada tahun 1692, Cornelis Chastelein mengundurkan diri dari VOC. Setelah mengundurkan diri dari VOC, ia mulai berwiraswasta. Pada tanggal 1 Mei 1696, Cornelis Chastelein membeli lagi lima persil tanah (1,244 hektar) di sekitar Depok, yang meliputi desa Pitara, Kampung Sengon, Kampung Parung Blimbing, dari seorang tuan tanah Tionghoa yang bernama Tio Tiong Ko.


narsiiisss.......... dulu sayang kalau dilewatkan

Tanah yang dibelinya itu digunakan untuk membuka usaha pertanian, peternakan maupun perkebunan. Tanah yang dibelinya itu merupakan Tanah Partikelir yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok). Untuk mewujudkan usahanya tersebut, Cornelis Chastelein berusaha mendatangkan 150 orang budak yang dibeli dari raja-raja di Bali, Sulawesi Selatan, Timor, Nusa Tenggara Timur dan wilayah timur lainnya di Hindia Belanda. Namun, para budak yang menjadi pekerjanya kemudian hari pada tahun 1715 dimerdekakan dengan memakai baptis kristiani ke dalam 12 marga: Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel dan Zadokh.
Tanah Partieklir yang dikelola oleh Cornelis Chastelein ini ternyata diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan menyetujui menjadi daerah otonomi atau teritori khusus dengan membentuk pemerintahan sipil sendiri (gemeente bestuur).

                                    


Gemeente bestuur dibentuk pada tahun 1872 oleh “pewaris” Chastelein, yaitu para pekerjanya yang telah dimerdekakan guna membentuk tatanan awal pemerintahan sipil di Depok dalam organisasi bercorak republik.
Gedung Gemeente Depok (kota praja) dibangun di Jalan Pemuda No. 10 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Tempat yang menjadi pusat pemerintahan Kota Depok di masa lampau ini sekarang menjadi Rumah Sakit Harapan Depok. Kawasan ini dulunya dikenal dengan Kerkstraat, lantaran bangunan pertama yang menghuni jalan tersebut adalah kapel yang di kemudian hari berubah menjadi GPIB Jemaat Immanuel Depok.

Ketika Indonesia sudah merdeka, pada tahun 1950 dilakukan pembubaran semua tanah partikelir oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI), termasukGemeente Depok. Setelah itu, pemerintah menyerahkan kembali sebagian tanah partikelir yang dianggap sebagai Kommunal bezit dan Eigendom, atau milik bersama, masyarakat Depok. Termasuk di dalamnya tanah yang dimiliki secara pribadi oleh masing-masing ke-12 kaum keluarga masyarakat Depok.
Menilik dari nilai historis yang dikandungnya, gedung kotapraja Depok sudah selayaknya menjadi bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan di Kota Depok. {Sumber : http://kekunaan.blogspot.com/2014/05/gemeente-bestuur-depok.html}


KERKHOF (MAKAM 12 KAUM KELUARGA MASYARAKAT DEPOK) VOETBAL VELD





Di sebelah timur pusat Kota Depok Lama, tepatnya di Jalan kamboja, terdapat sebuah pemakaman tua milik ke 12 kaum keluarga masyarakat Depok seluas satu hektar. Pemakaman yang sudah padat itu merupakan tanah wakaf YLCC untuk para warganya.



dalam area pemakaman

Dalam pemakaman tersebut terdapat makam tua milik Adolf van der Capellen. Jasad seorang kerabat dari Gubernur Jenderal van der Capellen yang meninggal dunia pada tanggal 6 April 1888 ini tersimpan di dalam sebuah tombe (bangunan makam).


kondisi kerkhof saat ini

Umumnya, tombe dibuat dengan kedalaman lebih kurang 2 1/2 meter dengan lebar kira-kira 3X 3 meter. Tombe dapat memuat 10-5 peti yang ditumpuk dalam tiga deretan.


ciri khas kerkhof berbentuk stupa

Dipemakaman ini terdapat juga makam dalam bentuk Stupa milik Hulpprediker (pendeta pembantu) C. De Graaf. Pendiri Rumah Sakit Cikini ini meninggal di Depok pada tanggal 31 Desember 1905. Makam istrinya, yang meninggal pada 14 September 1929, kemudian dipindahkan dari tempat lain ke pemakaman Depok ini. {Sumber : Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe Karya Yano Jonathans}

Stupa yang terdapat dalam kerkhof


salah satu makam dari keturan marga yang  ada di kerkhof

Disebrang Kerkhof Voetbal Veld ini terdapat lapangan sepak bola, yang dahulu kala pernah mengharumkan Kota Depok dan meraih prestasi di bidang orah raga di masa lalu.

gerbang masuk Kerkhof 



HOTEL SANTIKA DEPOK


Lobby Hotel Santika Depok


Acara  Jelajah  Depok  Dulu   dan Kini, harus berakhir......ini salah tour terkeren yang  pernah saya ikuti karena mendapatkan Sponsor dari Margo City (Group Jarum), Kompas.com dan Hotel Santika Depok....... Kalau biasanya warteg menjadi tempat persinggahan untuk urusan "kampung tengah", pada saat saya trip "ngegembel" dengan komunitas yang lain....... tetapi kali ini Hotel Santika Depok yang mengurusnya ..........yuuuuhuuuuuuu, untuk menikmati aneka hidangan di Angkringan Santika secara gratis. 


Angkringan Hotel Santika  Depok siap buat di serbuuuuuu.......

Angkringan Santika berada di lobi lantai satu sungguh mantaaabbbbb......, dan yang menjadi seru serta membahagiakan kami para peserta tour  di ijinkan naik ke lantai 27 untuk melihat suasana Kota Depok dari atas gedung hotel....sungguh kesempatan langka bisa pose narsiisssss.........

siap untuk di santap.....

hidangan pembuka dan penutup, gurih dan manis.....

menunya Nasi Kucing komplitttt........






sambel kecap yang mengoda.......

Tak hanya itu, peserta juga bisa mendapatkan diskon sebesar 46 % dari Publish Rate untuk check in tanggal 7 Juni 2014 dan check out tanggal 8 Juni 2014. Untuk rate  In-room Camping adalah Rp 950.000 nett per malam di Deluxe Room, Rp 1.200.000 nett di Executive Room dan Rp 1.500.000 nett di Junior Suites Room, buat yang mau bobo cantik hari itu juga.........sayang untuk tawaran bobo cantik di hotel belum bisa tereksekusi karena Raden Roro Rurisa Chandra Awartawati Hartomo dan Mba Linda Evans...lagi rebet banyak urusan......


suasana Depok dari lantai 27 Hotel Santika


wuiihhhhhhh....serasa terbang ouy.........


sayang buat dilewatkan kalau ngga narsis di sini....yuhuuuu........


Pada Akhirnya saya Bendoro Raden Ayu Marita Kassandra Setyaningsih Soedarmo@, sebagai salah satu peserta tour dan sekaligus anggota dari Komunitas Love Our Heritage, sebuah komunitas pencinta seni, peninggalan-peninggalan sejarah dan warisan budaya bangsa melalui tindakan nyata yang mempunyai sebuah visi : melestarikan peninggalan seni, sejarah, dan budaya Indonesia dengan tindakan nyata. 

                                                  

Komunitas ini juga mempunyai sebuah Group Angklung yang bernama "Gita Rumba", saya sempat bergabung dan berlatih serta pernah pentas di hadapan umum, tetapi untuk sementara saya "melarikan diri" heheheheheh.......... dalam waktu yang tidak tahu kapan bisa bergabung lagi........ini bukan tour saya yang pertama bersama Love Our Heritage, kali ini sangat berkesan dapat berwisata sejarah menjelajah Kawasan Depok Lama dan sekitarnya, seru banyak banget bertemu dengan orang-orang baru jadi pasti akan meninggalkan kengan dan cerita tersendiri selama dalam perjalanan. Dalam trip kali ini saya masih seperti biasa bersama dengan :


Raden Roro Rurisa Chandra Awartawati Hartomo@ yang begitu bersemangat banget untuk ikutan trip ini karena emang suka dengan yang hal yang unik-unik dan antik-antik, walaupun awalnya sempet dilema buat ikutan trip ini......., dan hari itu terpaksa bolos gawe dari kantornya. Risa pula yang awalnya mengenalkan Komunitas Love Our Heritage kepada saya, sebuah perkenalan dengan cara yang sangat unik karena kita akan disambut dengan sebuah angklung untuk dimainkan....jadinya seru kalau dikenang sampai sekarang saya tidak akan pernah lupa.


Hari itu saat pulang saya melihatnya sedang termenung dan terduduk merasa di salah satu sudut gerbong commuter line menuju Stasiun Jatinegara, mungkin turut merasakan kesedihan dan duka yang mendalam....., mungkin penyebabnya adalah salah satu petinggi penting banget dalam wilayah kerjanya sedang raib tanpa kabar berita hingga kini......turut pritahin ya Nyai........



Linda Evan@.......ini trip kedua saya bisa barengan dengan Mba Linda setelah Trip Ujung Kulon, serasa nostalgia bisa ketemuan lagi, masih seperti yang dulu ngga terlalu banyak cerita seperti saya, sangat menikmati trip selama dalam berlangsung, terus Mba Linda ini juga termasuk orang peting di tempat gawenya, saking pentingnya sering banget harus dinas ke luar kota untuk memberikan pengarahan atas keputusan-keputusan baru yang yang di keluarkan oleh kantor pusat, sungguh bikin iri kalau bisa sering dinas luar kota, karena pastinya punya kesempatan untuk singgah di salah satu tempat wisata......Mba Linda kapan kita bisa trip bare
ng lagi ya...????




Yano Jonathans@ Narasumber dan sekaligus Penulis Buku Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe, lahir di Bandung 4 Maret 1951. Beliau seorang filatelis serta rajin menulis berbagai artikel sosial budaya. Beliau adalah seorang keturunan dari 12 Marga di depok, yaitu Komunitas Depok awal yang dibentuk oleh Cornelis Chastelein pada tahun 1714.  




Moh. Ajie Hadipriawan @ nama lengkapnya cukup di panggil Mas Ajie, salah satu orang penting banget di Love Our Heritage, berkaca mata, hitam manis kulitnya, perawakannya lumayan gendut...hihihihi, terus banyak banget ngemengnya....hehehehe secara seorang tour gaet adalah salah satu profesinya, tuturnya ramah, baik tapi entah rajin menabung apa ngga ya......hehehehehe, senyumnya manis serta ramah dan gampang akrab dengan siapa saja yang baru di kenalnya. Main angklung paling jogo diantara semua anggota Gita Rumba, seneng bisa ketemuan lagi sama Mas Adjie maklum sudah lama ngga jumpa, terakhir jumpa terakhir waktu ikutan Trip Jelajah Banten Lama bersama dengan Komunitas Jelajah Budaya tahun lalu.  


Putu Dinar@ menjadi salah satu pengurus di Love Our Heritage, Putu panggilan akrabnya, berkata mata minus dan berkulit putih, perawakannya sedang dan tomboy penampilannya, rambutnya ikal panjang dan selalu di kepang, terus.......pembawaannya ceria dan bersahabat, kalu dalam setiap kegiatan Putu ini orang yang paling rebet menyiapkan segala sesuatu buat berjalannya acara, pokoknya gesit dan terlatih serta terampil di segala suasana.


Margaretha Fellicia Sances@ pembawaannya ceria dan riang, lucu orangnya dan ramah, kulitnya putih dan cabie pipinya......bentuk bodynya bongsor ngga beda jauh dengan saya...hehehehehe........ menjadi salah satu orang yang penting  dan juga tersibuk di Love Our Heritage hari itu.........karena mendapat tugas dadakan buat menerima kamera dari para peserta untuk futu bareng-bareng ..........



Marcia Sabrina Muskita@...adalah seorang GM Secretary Hotel Santika Depok, senyumnya manis dan orangnya ramah saat pertama kali saya menegurnya. Kulitnya putih, perawakannya sedang dan langsing, rambutnya panjang sebahu, ini adalah trip pertama yang di ikutinya saat saya tanya, sayangnya saya tidak berhasil merayu Si Mba Marcia ini buat ngedapetin voucer menginap di Hotel Santika Depok.....hehehehehe 

Penutup@ 
Dan akhirnya trip Jelajah Depok Dulu & Kini harus berakhir pula, hari yang sangat membahagiakan buat saya, bertemu dengan orang-orang baru, bertambah lagi pengetahuan sejarah tentang Kota Depok, sangat di sayangkan memang karena kenyataan di lapangan peninggalan sejarah itu terbengkalai dan terabaikan tanpa status yang jela kondisinya. Buat  Love Our Heritage terima kasih sudah membuat wisata sejarah, semoga di trip mendatang saya bisa bergabung lagi, nulis lagi, melihat sejarah baru lagi dan ketemu dengan orang-orang baru lagi......salam.




Komentar

Postingan Populer